Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Terbebani Sejuta Kebaikan, Mulai Saja Dulu Apa yang Bisa

24 Juli 2021   17:00 Diperbarui: 25 Juli 2021   19:20 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sunandi (39), seorang driver ojek online yang membagikan makanan dan minuman gratis di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.(Facebook: Sunandi via KOMPAS.com)

Ajakan Romo Bobby atau "Ruang Berbagi" untuk menulis tentang "sejuta kebaikan", sungguh menantang. Tapi, saya ralat, istilah "menantang" rasanya kurang tepat, yang lebih pas adalah ajakan yang simpatik.

Soalnya, untuk berbuat baik, kurang relevan dikaitkan dengan tantang menantang. Alangkah baiknya niat berbuat baik tidak dikaitkan dengan nafsu untuk mengalahkan jumlah kebaikan orang lain.

Justru, dengan bahu membahu atau secara bersama-sama, sesuatu yang berat jadi terasa ringan. Biarkan saja masing-masing orang melakukan kebaikan seberapa ia bisa.

Jika seseorang melakukan kebaikan kepada orang lain, sepanjang dilakukan dengan tulus, maka pada dasarnya kebaikan itu bukan hanya untuk orang lain, tapi manfaatnya akan kembali kepada si pemberi.

Jiwa si pemberi akan merasa tenang, damai, katakanlah menikmati semacam kepuasan spiritual. Juga bukan tidak mungkin, rezeki si pemberi pun akan bertambah, dari sumber yang tak terduga.

Jadi, jangan mengira apabila kita memberikan uang kepada orang lain, maka uang kita akan berkurang. Secara matematis akan berkurang memang, tapi boleh jadi akan tergantikan lagi dari sumber tak terduga itu.

Hanya saja, sekali lagi, harus tulus, jangan memberi sesuatu, tapi diniatkan sebagai pancingan agar mendapat lebih banyak lagi. 

Dan jangan lupa, kebaikan itu bukan hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada makhluk lain seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan, juga kepada lingkungan secara keseluruhan.

Bayangkan, jika masing-masing kita berbuat kebaikan, sekecil apapun itu, maka bukan sejuta kebaikan lagi yang terjadi, bisa puluhan, bahkan ratusan juta kebaikan. Apalagi bila mampu dilakukan secara konsisten.

Bicara soal kebaikan, sebetulnya bukan hal yang asing bagi masyarakat kita. Memang, ada semacam paradoks di negara kita. Di satu sisi, warganet kita dikenal oleh dunia internasional sebagai warganet yang paling tidak sopan.

Cara kita mem-bully, mungkin sudah tergolong kasar di mata banyak warganet asing. Tapi, di sisi lain, dunia internasional pula yang mengakui kita sebagai bangsa yang paling dermawan. Padahal,  kita belum termasuk negara maju.

Kita tergolong negara berpendapatan menengah, itu pun baru-baru ini turun kelas dari menengah lapisan atas menjadi menengah lapisan bawah.

Karena banyak di antara kita yang sudah terbiasa berbuat baik, bisa saja itu terjadi seperti sesuatu yang tak sengaja, namun karena sudah mendarah daging, terjadi otomatis begitu saja. 

Saya kenal baik seorang anak muda, berusia 28 tahun, yang apabila lagi berjalan kaki, ia melihat bungkus makanan atau botol air minum yang dibuang, ia otomatis memunguti dan membuangnya ke tong sampah terdekat.

Ada pula anak muda lain, yang secara otomatis memberikan senyuman kepada siapa pun yang ia temui. Kemudian ia sigap membantu bila melihat ada yang ia bisa bantu.

Kedua anak muda di atas bukan orang yang berkecukupan dari sisi keuangan. Tapi, berbuat baik seperti sudah jadi gaya kesehariannya.

Jadi, kalau kita mau berbuat baik, rasanya tidak usah kita beritahu orang lain. Umpamanya, jika ada yang bertanya mau ke mana, tidak perlu bilang saya mau berbuat baik. Lakukan saja. Sesederhana itu.

Sebetulnya, tak ada rumus tertentu dalam berbuat baik. Namun, untuk keperluan artikel ini, perkenankan saya menuliskan semacam rumus sederhana, seperti berikut ini:

Pertama, berbuat baik itu sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Jangan bergantung pada orang lain, misalnya kalau orang lain pelit, kita jangan ikut-ikutan pelit.

Kedua, mulailah sekarang juga. Jangan ntar-ntar. Niat baik sebaiknya tidak ditunda. Apalagi, bila misalnya berbuat baik itu dengan mentransfer sejumlah uang, bisa dilakukan dengan gawai

Ketiga, mulalah dari hal kecil, apa yang kita bisa. Jangan merasa malu bila cuma bisa berbagi dengan uang receh sisa belanja di pasar.

Keempat, dalam mencari "sasaran", sebaiknya mulai dari yang terdekat. Misalnya, kita melihat tetangga sedang melakukan isolasi mandiri, sumbangkan makanan atau barang keperluan sehari-hari.

Kelima, kebaikan yang kita lakukan boleh di-share di media sosial, tapi dengan catatan diniatkan bukan untuk pamer diri, melainkan sekadar menggugah orang lain, sehingga gerakan kebaikan akan bergulir menjadi sejuta kebaikan.

Makanya, jangan tonjolkan sisi ke-aku-an kita sewaktu berbuat baik, tapi lebih mengisahkan dampak positifnya bagi penerima dan jangan lupa sampaikan terima kasih kepada pihak lain yang turut membantu terwujudnya perbuatan baik itu.

Ternyata berbuat baik itu sangat gampang, bukan? Tak perlu menunggu kaya, mulai saja dari apa yang bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun