Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Super Loving Father" yang Berjuang Melawan Virus Tanpa Mengeluh

21 Juli 2021   11:00 Diperbarui: 21 Juli 2021   16:02 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 17 Juli 2021, pukul 17.41. 

Maafkan aku, teman. Sudah lama kita tidak saling kontak. Jika kulihat di gawaiku, terakhir kamu berkirim kabar pada November 2020. Tentu saja waktu itu setiap hari di Jakarta masih banyak warga yang terpapar Covid. Tapi, alhamdulillah, kamu sehat walafiat.

Kamu mengirim kembali foto-foto kebersamaan saat kita satu tim kerja. Ada foto yang sangat berkesan. Kita berenam, 4 lainnya adalah ibu-ibu, hanya kita berdua yang lelaki, lagi berada di atap gedung berlantai 36 di Jakarta Pusat.

Atap berupa ruangan luas terbuka yang sebagian merupakan landasan untuk pendaratan helikopter, membuat kita gamang, soalnya angin lumayan kencang.

Kalau tak salah kita berfoto pada November 2017 karena sekaligus sebagai perpisahan dengan Bu H yang kontrak kerjanya sudah habis dan tidak diperpanjang. 

Kemudian satu tahun setelah itu, aku kaget ketika kamu mengajukan resign sebelum kontrakmu habis. Ternyata bank lain telah menunggumu dengan take home pay yang jauh lebih besar.

Nah, hari ini aku menerima sebuah pesan dari Bu H, menyatakan saat ini kamu dirawat di ICU Rumah Sakit Cipto, Jakarta Pusat. Aku langsung merespon ke Bu H dengan mengucapkan terima kasih atas informasinya dan mendoakan agar kamu segera sembuh. 

Setelah itu aku juga mengirimimu pesan via WA, tentu juga berupa doa. Sayangnya, sampai malamnya aku cek, pesan itu belum ada tanda-tanda sudah dibaca. 

Maafkan aku teman, sungguh aku menyesal mengapa pada bulan suci yang lalu tidak sempat bertanya kabar padamu. Padahal biasanya setiap Ramadan, kamu menghubungiku untuk menyumbang ke yayasan sosial yang kamu jadi pengurus di situ.

Bahkan, sekadar mohon maaf lahir dan batin di lebaran lalu pun, tidak aku lakukan. Betapa lalainya aku terhadap seorang teman baik.

Minggu, 18 Juli 2021 pukul 10.20. 

Ada pesan dari Bu H yang mengabarkan kondisi kamu yang makin kritis. Ia sekaligus mengajak aku agar malamnya ikut berdoa bersama secara virtual yang dipimpin seorang ustad, dengan memberikan link untuk acara dimaksud. 

Minggu, 18 Juli 2021 pukul 12.44.

Kali ini Bu D, yang juga anggota geng kita dulu, yang mengirim pesan. Sebuah pesan yang membuat aku terpana dan sedih tak terkira. 

Isinya aku kutip selengkapnya: "Pak, teman kita BR sudah mendahului kita baru saja. Covid. Semoga alm RIP dan mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan YME dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan." Bu D juga memberi emoticon sedih.

Ternyata dua hari sebelum perayaan Idul Adha, kamu berpulang ke pangkuan Allah SWT. Aku sejenak mengheningkan cipta, membaca surat Al Fatihah, dan berdoa semoga semua amalmu diterima Allah, diampuni-Nya dosa-dosamu dan surga menjadi tempatmu di keabadian. Aku bersaksi bahwa kamu orang baik. 

Minggu, 18 Juli 2021 pukul 14.09.

Kembali pesan Bu D aku terima. Kali ini Bu D mengirim foto kamu sedang duduk dikitari 3 anakmu. Kayaknya itu foto lama karena anak-anakmu masih kecil.

Dan senyumanmu di foto itu serta kumis tipismu, membuat kamu terlihat gagah. Tapi, kata "gagah" mungkin juga kurang tepat, karena kamu sebetulnya bertipe simpatik, ramah, cocok dengan tutur katamu yang lembut.

Entah dari mana Bu D dapat foto itu, karena sumber foto itu kuduga dari salah seorang anakmu. Ini terlihat dari beberapa kalimat yang ditempelkan ke foto itu. Anakmu itu mungkin mencari foto lamanya dan membubuhi kalimat yang baru ia buat untuk melepas kepergian ayahnya tercinta.

Inilah kalimat anakmu: "Kalo ditanya siapa org yang ga pernah sekalipun nyakitin atau bikin sakit hati...ya ayahlah orangnya. He's a super loving father, ga pernah mikirin dirinya sendiri. Cuma mikirin istri & anak-anaknya...ga pernah marah, en negur dengan caranya sendiri yang bikin kita langsung introsepksi."

Masih dari anakmu: "Dijahatin org, ditipu org, dibohongi org...ga pernah dendam. Orang paling ikhlas yang kukenal. Orang lain susah, selalu dibantu. Even orang itu udah berkali-kali bohong".

Kalimat anakmu masih belum selesai, aku lanjutkan ya: "He's been fighting this virus for 21 days...ga pernah ngeluh knp ayah yang kena? Cuma selalu bilang ayah lagi berusaha berdamai dengan diri sendiri, berusaha ikhlas, Insya Allah semangat. But this morning he text me and said he couldn't take it anymore...then I vidcall him and he was just staring at me with tears in his eyes. Ya Allah tolong jaga Ayah".

Tanpa kusadari mataku basah membaca kalimat anakmu itu. Aku juga seorang ayah dari tiga anak, tapi rasanya anak-anakku tidak akan berpendapat seperti tulisan anakmu itu. Aku belum bisa jadi super loving father.

Aku tidak begitu mengenal keluargamu. Tapi, julukanmu sebagai Super Loving Father, menurut aku memang begitulah adanya.

Terbayang lagi tawa candamu ketika kita masih satu tim kerja. Kamu kadang-kadang memaksakan diri berbahasa Minang kalau berbicara denganku. Padahal kamu orang Jogja yang sangat njawani, tapi istrimu berasal dari Bukittinggi.

Sesekali aku membawa rendang buatan istriku ke kantor dan semua teman-teman suka, tapi kamu yang dari ekspresi wajah terlihat paling menikmati.

Di tim kita itu unik. Yang suka protes dan ngomong keras justru yang ibu-ibu, terutama Bu D yang sering emosian, dan yang kalem justru kita berdua. 

Kita sering salat bareng, kamu yang lebih senior jadi imam, lalu aku jadi makmum. Di belakang aku ada Bu H, Bu I dan Bu E yang sedikit berdesakan karena ruang yang sempit. Adapun Bu D seorang kristiani yang taat, paling tidak itu kesanku dari pembicaraannya.

Selamat jalan teman baikku, BR. Nilai-nilai yang kamu wariskan, baik dalam konteks pekerjaan, maupun dalam konteks pergaulan pribadi, akan aku jadikan contoh. Berbahagialah di keabadian.

Jakarta, 20 Juli 2021, ditulis khusus untuk mengenang Mas BR. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun