Rencana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok, atau yang lebih dikenal dengan nama sembilan bahan pokok (sembako), telah menuai banyak komentar yang bernada penolakan dari berbagai pihak.
Bahkan, kemudian isunya melebar, tidak hanya sembako, tapi juga jasa pendidikan dan jasa kesehatan, disebut-sebut akan dikenakan pajak.
Sudah terbayang beban warga yang makin menggunung bila uang yang harus dikeluarkan buat belanja harian, buat membayar uang sekolah anak dan buat biaya berobat ke rumah sakit, jadi naik. Apa tidak bikin pusing masyarakat yang penghasilannya pas-pasan?
Apakah pemerintah sudah sedemikian tidak punya uang, sehingga jalan pintas yang diambil adalah memajaki pengeluaran untuk kebutuhan pokok atau pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang tak bisa dihindarkan.
Tak heran, isu yang tergolong sensitif tersebut cepat sekali menyebar dan mungkin meresahkan masyarakat kecil. Meskipun ada pula kemungkinan isu tersebut dimanfaatkan secara politis oleh pihak tertentu yang berseberangan dengan pemerintah.
Mungkin karena tak tahan terus menerus dihujani kritik, pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, melalui staf khususnya, Yustinus Prastowo, mulai aktif memberikan penjelasan pada masyarakat, dengan memanfaatkan media massa.
Seperti baru-baru ini, Yustinus memberikan penjelasan dalam acara "Indonesia Bicara" yang disiarkan TVRI secara langsung, Senin malam (14/6/2021).
Dari acara tersebut didapat penjelasan bahwa hingga sekarang, belum ada keputusan terkait hal yang disinggung di atas. Belum ada pembicaraan tentang berapa tarifnya, juga belum berbicara tentang kapan berlakunya serta bagaimana skemanya.Â
Tapi, yang lagi disiapkan pemerintah adalah pondasi awal ketentuan hukumnya. Dan prinsipnya adalah, pemerintah mengambil sebagian dana dari mereka yang kaya untuk didistribusikan kepada masyarakat kelas bawah.
Maka, dengan tegas dipaparkan bahwa pemerintah sangat memperhatikan asas keadilan. Sebagai contoh, beras yang dijual di pasar tradisional dengan harga saat ini di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per kg (tergantung jenisnya), tidak akan terkena pajak.
Tapi, ternyata juga ada beras impor kelas premium yang hanya dibeli orang kaya, dengan harga Rp 50.000 per kg, bahkan ada yang sampai Rp 200.000 per kg.