Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bukan Sembako Murah, tapi Sembako Premium yang Akan Kena Pajak

16 Juni 2021   11:00 Diperbarui: 16 Juni 2021   11:10 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok, atau yang lebih dikenal dengan nama sembilan bahan pokok (sembako), telah menuai banyak komentar yang bernada penolakan dari berbagai pihak.

Bahkan, kemudian isunya melebar, tidak hanya sembako, tapi juga jasa pendidikan dan jasa kesehatan, disebut-sebut akan dikenakan pajak.

Sudah terbayang beban warga yang makin menggunung bila uang yang harus dikeluarkan buat belanja harian, buat membayar uang sekolah anak dan buat biaya berobat ke rumah sakit, jadi naik. Apa tidak bikin pusing masyarakat yang penghasilannya pas-pasan?

Apakah pemerintah sudah sedemikian tidak punya uang, sehingga jalan pintas yang diambil adalah memajaki pengeluaran untuk kebutuhan pokok atau pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang tak bisa dihindarkan.

Tak heran, isu yang tergolong sensitif tersebut cepat sekali menyebar dan mungkin meresahkan masyarakat kecil. Meskipun ada pula kemungkinan isu tersebut dimanfaatkan secara politis oleh pihak tertentu yang berseberangan dengan pemerintah.

Mungkin karena tak tahan terus menerus dihujani kritik, pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, melalui staf khususnya, Yustinus Prastowo, mulai aktif memberikan penjelasan pada masyarakat, dengan memanfaatkan media massa.

Seperti baru-baru ini, Yustinus memberikan penjelasan dalam acara "Indonesia Bicara" yang disiarkan TVRI secara langsung, Senin malam (14/6/2021).

Dari acara tersebut didapat penjelasan bahwa hingga sekarang, belum ada keputusan terkait hal yang disinggung di atas. Belum ada pembicaraan tentang berapa tarifnya, juga belum berbicara tentang kapan berlakunya serta bagaimana skemanya. 

Tapi, yang lagi disiapkan pemerintah adalah pondasi awal ketentuan hukumnya. Dan prinsipnya adalah, pemerintah mengambil sebagian dana dari mereka yang kaya untuk didistribusikan kepada masyarakat kelas bawah.

Maka, dengan tegas dipaparkan bahwa pemerintah sangat memperhatikan asas keadilan. Sebagai contoh, beras yang dijual di pasar tradisional dengan harga saat ini di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per kg (tergantung jenisnya), tidak akan terkena pajak.

Tapi, ternyata juga ada beras impor kelas premium yang hanya dibeli orang kaya, dengan harga Rp 50.000 per kg, bahkan ada yang sampai Rp 200.000 per kg.

Contoh lain, ada daging jenis tertentu yang boleh disebut kelas super premium, yakni daging wagyu. Jika memilih menu ini di restoran, biasanya di restoran yang menyediakan menu steak, mahalnya minta ampun. 

Tentang jasa kesehatan, pilihannya sangat bervariasi. Bagi orang kaya, jadi tren mendapatkan layanan operasi plastik untuk kecantikan yang berbiaya mahal. Selama ini operasi tersebut sama-sama tidak kena PPN seperti halnya operasi katarak bagi warga miskin.

Kemudian contoh untuk jasa pendidikan, pada hakikatnya bersifat nirlaba, alias tidak untuk mencari keuntungan. Namun, dalam praktiknya, sejumlah lembaga pendidikan yang membidik anak-anak dari keluarga kaya, terkesan melakukan komersialisasi pendidikan.

Jadi, pemerintah melihat adanya ketidakadilan bila mereka yang menikmati bahan pangan kelas premium, juga yang menikmati jasa pendidikan dan kesehatan yang mewah, diperlakukan sama dengan mereka yang mengkonsumsi sembako murah, sekolah di SD Inpres, dan berobat di Puskesmas.

Istilah Menteri Keuangan Sri Mulyani (siaran berita TVRI, Rabu pagi, 16/6/2021), perbedaan pola konsumsi kelas premium bagaikan bumi dan langit dengan yang dilakukan masyarakat banyak. 

Hanya saja, bagaimana teknis pelaksanaannya, belum diperoleh informasi karena seperti telah ditulis di atas, hingga sekarang belum diputuskan skema, tarif, dan waktu pemberlakuannya.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun