Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Restrukturisasi Utang Garuda Indonesia, Ujung-ujungnya Mati Juga?

24 Juni 2021   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2021   17:05 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu tentang melorot tajamnya kinerja keuangan maskapai penerbangan kebanggan kita, Garuda Indonesia, sudah banyak dibicarakan media massa.

Sebetulnya, jika bukan karena flag carrier bagi Republik Indonesia, dilihat dari kacamata ekonomi, membiarkan Garuda jatuh alias dilikuidasi, cukup masuk akal.

Soalnya, bila pemerintah menyuntikkan modal lagi, dalam kondisi anggaran pemerintah yang sangat terbatas seperti saat ini, tentu Garuda bukan menjadi prioritas. Pengeluaran untuk pengendalian pandemi Covid-19, jauh lebih penting dan bersifat mutlak.

Lagipula, melihat beratnya masalah yang dihadapi Garuda, berapa pun tambahan dana yang akan diberikan pemerintah, dikhawatirkan akan "tenggelam" begitu saja.

Sedangkan meminta bantuan dari pihak swasta, tentu tidak gampang, kalkulasi bisnisnya harus jelas dan terukur. Pihak swasta baru bersedia masuk, jika yakin dananya bisa berkembang, meskipun setelah menunggu beberapa tahun.

Tapi, justru hitung-hitungan bahwa beberapa tahun dari sekarang (jika Garuda mendapatkan investor baru), kinerja Garuda bisa melesat lagi, masih kabur.

Jadi, dilihat dari uraian di atas, akhirnya masuk akal juga bila Garuda dilikuidasi. Lagipula, sudah ada ketentuan hukum yang mengatur tatacara perusahaan yang akan dilikuidasi.

Dalam hal ini, aset Garuda nantinya akan dilelang, lalu cara pendistribusian hasil lelang akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. 

Tentu berbagai pihak yang selama ini memberi utang kepada Garuda akan menerima hasilnya, namun sangat mungkin nilainya jauh di bawah utang yang dikucurkannya.

Tapi, apa betul Garuda akan dibiarkan menempuh langkah likuidasi? Rasa-rasanya pemerintah, pelanggan setia Garuda, dan juga masyarakat umum, tidak tega.

Ada faktor sejarah dan kebanggaan bangsa pada nama besar Garuda Indonesia yang tak bisa dikesampingkan begitu saja. Makanya, tak sedikit yang berpendapat agar Garuda jangan dibiarkan tumbang, bagaimanapun harus tetap terbang.

Memang, tanpa Garuda, masih ada maskapai milik swasta nasional. Di beberapa negara, juga biasa saja tanpa flag carrier. Namun, alangkah baiknya Indonesia tetap punya.

Apalagi, mengingat sekarang di negara kita hanya ada 2 grup maskapai, yakni Grup Garuda (di dalamnya termasuk Citilink dan Sriwijaya Air) dan Grup Lion (termasuk Batik dan Wings), maka tanpa Garuda, persaingan menjadi tidak sehat.

Satu lagi, sebagai negara kepulauan yang sangat luas, di mana jarak dari Sabang hingga Merauke, sama dengan jarak dari London hingga Baghdad, adanya maskapai penerbangan dalam jumlah yang memadai serta yang keselamatannya teruji, mutlak diperlukan.

Ada kabar bahwa Pertamina, BRI dan BNI akan menjadi pemegang saham Garuda. Bisa jadi utang Garuda kepada 3 BUMN tersebut akan dikonversi sebagai saham. Pola ini disebut dengan debt to equity swap.

Kabar tersebut antara lain diberitakan kompas.tv (9/6/2021), yang menuliskan ketiga BUMN di atas bersiap jadi pemilik baru saham Garuda.

Dituliskan juga bahwa jumlah utang Garuda kepada Pertamina sebesar Rp 7,56 triliun, dan berikutnya kepada BRI Rp 3,3 triliun, serta BNI Rp 2,63 triliun.

Tapi, kemudian berita itu menguap begitu saja. Diduga, bank-bank tersebut, dan juga Pertamina, tidak berminat mengkonversi kredit yang mereka berikan menjadi saham.

Bukankah nantinya jika Garuda tetap menderita kerugian, tindakan debt to equity swab bisa-bisa menyeret kinerja BUMN tersebut menjadi lebih buruk.

Kabar terbaru, Garuda akan melakukan restrukturisasi utang untuk keluar dari krisis keuangan perusahaan (kompas.id, 22/6/2021). Selain itu, juga akan bernegosiasi  untuk mengembalikan pesawat sewaan dan negosiasi biaya sewa pesawat.

Masalah unutilized assets jadi problem utama, yakni banyaknya pesawat yang disewa dari para lessor dan tidak dioperasikan. Padahal, sewanya harus tetap dibayar. 

Menarik pula menyimak kritik keras dari anggota Komisi VI DPR, Nusron Wahid, saat rapat dengan Direksi Garuda Indonesia, Senin (21/6/2021).

Nusron menanggapi kebijakan Garuda untuk merestrukturisasi utang, kontrak kerja, dan sewa, dengan mempertanyakan berapa lama masalahnya bisa selesai. 

Lalu, bagaimana konsekuensinya bila ternyata tak selesai? Mungkin reputasi anda (maksudnya Dirut Garuda Irfan Setiaputra) hancur, tapi kan ujung-ujungnya Garuda mati juga, kata Nusron (detik.com, 21/6/2021).

Sebetulnya, masalah yang dialami Garuda, juga dialami oleh maskapai penerbangan lain, termasuk di luar negeri. Asosiasi Transportasi Udara Internasional dan Tourism Economics memprediksi industri penerbangan baru pulih tahun 2023 (Kompas, 31/5/2021).

Tapi, permasalahan Garuda tidak semata-mata sebagai dampak pandemi Covid-19. Berbagai kasus yang terjadi sebelum itu, turut memperburuk kondisi.

Kepiawaian manajemen Garuda betul-betul ditantang untuk melakukan efisiensi di semua aspek dan kemampuan bernegosiasi, terutama dengan pihak perusahaan yang menyewakan pesawat ke Garuda.

Diversifikasi usaha seperti yang dilakukan Air Asia dengan mendirikan Air Asia Food, perlu pula dijajaki, apakah masih ada prospek bagi Garuda yang memang punya anak perusahaan yang melayani jasa katering.

Jadi, paling tidak ada tiga hal yang bisa dilakukan Garuda, yakni restrukturisasi utang dengan menempuh jalan negosiasi, efisiensi besar-besaran di internal perusahaan, dan melakukan diversifikasi usaha.

Semoga Garuda Indonesia tidak akan terkapar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun