Nusron menanggapi kebijakan Garuda untuk merestrukturisasi utang, kontrak kerja, dan sewa, dengan mempertanyakan berapa lama masalahnya bisa selesai.Â
Lalu, bagaimana konsekuensinya bila ternyata tak selesai? Mungkin reputasi anda (maksudnya Dirut Garuda Irfan Setiaputra) hancur, tapi kan ujung-ujungnya Garuda mati juga, kata Nusron (detik.com, 21/6/2021).
Sebetulnya, masalah yang dialami Garuda, juga dialami oleh maskapai penerbangan lain, termasuk di luar negeri. Asosiasi Transportasi Udara Internasional dan Tourism Economics memprediksi industri penerbangan baru pulih tahun 2023 (Kompas, 31/5/2021).
Tapi, permasalahan Garuda tidak semata-mata sebagai dampak pandemi Covid-19. Berbagai kasus yang terjadi sebelum itu, turut memperburuk kondisi.
Kepiawaian manajemen Garuda betul-betul ditantang untuk melakukan efisiensi di semua aspek dan kemampuan bernegosiasi, terutama dengan pihak perusahaan yang menyewakan pesawat ke Garuda.
Diversifikasi usaha seperti yang dilakukan Air Asia dengan mendirikan Air Asia Food, perlu pula dijajaki, apakah masih ada prospek bagi Garuda yang memang punya anak perusahaan yang melayani jasa katering.
Jadi, paling tidak ada tiga hal yang bisa dilakukan Garuda, yakni restrukturisasi utang dengan menempuh jalan negosiasi, efisiensi besar-besaran di internal perusahaan, dan melakukan diversifikasi usaha.
Semoga Garuda Indonesia tidak akan terkapar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H