Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Biarkan Pancasila Lumpuh

1 Juni 2021   06:34 Diperbarui: 1 Juni 2021   14:05 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lumpuhnya Pancasila", demikian judul tulisan Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005, di Harian Kompas (31/5/2021). Judulnya terkesan mengerikan, tapi sebetulnya Buya Syafii, demikian beliau biasa dipanggil, punya resep untuk menyelamatkan Pancasila.

Sebelum Buya Syafii, jika kita mencari referensi dari berita di masa lalu, ternyata istilah Pancasila yang lumpuh sudah mengemuka. Sebagai misal, republika.co.id (12/6/2016) memuat pernyataan Ketua MPR ketika itu, Zulkifli Hasan, bahwa Pancasila terancam kelumpuhan.

Zulkifli memaparkan hal tersebut berdasarkan hasil sebuah survei tentang implementasi Pancasila di masyarakat. Lebih lanjut, beliau menyatakan lumpuhnya Pancasila tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Soal kesenjangan ini, semakin nyata terlihat pada masa pandemi Covid-19 sekarang. Mayoritas penduduk Indonesia masih berada pada lapisan berpenghasilan menengah ke bawah, kini banyak yang kehilangan mata pencaharian.

Di lain pihak, segelintir masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, masih punya kekayaan yang melimpah. Bisa jadi di antara yang segelintir itu, mereka bos-bos di perusahaan besar yang telah mem-PHK ribuan pekerjanya.

Artinya, perusahaan bos-bos itu lagi "sakit" karena dampak pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah untuk mengendalikan pandemi.

Namun, sakitnya perusahaan si bos, tidak berarti aset pribadi si bos juga sakit. Soalnya, bagi perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), kekayaan perusahaan harus dipisahkan dari kekayaan pribadi pemiliknya.

Tulisan ini lebih menitikberatkan pada apa yang ditulis Buya Syafii. Seperti yang kita baca dari buku sejarah, pada awal kemerdekaan RI, Pancasila telah disepakati para pemimpin bangsa sebagai pedoman utama untuk mengawal perjalanan bangsa dan negara sampai kapanpun juga.

Makanya, dalam konstitusi dan ketentuan hukum yang berlaku di negara kita, selalu menjadikan Pancasila sebagai sakagurunya. Artinya, secara teori sudah benar. Namun, dalam praktiknya, seperti yang disinyalir Buya Syafii, Pancasila hanya berfungsi sebagai etalase.

Etalase adalah istilah yang dulu lazim dipakai untuk lemari kaca tempat para pedagang memajang atau memamerkan barang dagangannya. Tentu saja yang dipajang adalah barang yang terlihat menawan agar mampu menarik minat calon pembeli.

Tak ada masalah dengan etalase, bila misalnya pedagang tersebut mampu menyediakan barang yang bermutu persis seperti yang dipajang. Akan berbeda halnya bila barang yang dipajang terlihat bagus, namun stok yang tersedia di gudangnya tidak bermutu bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun