Dulu, yang disebut pasar, penampilannya mengacu pada pasar tradisional, meskipun variasinya lumayan banyak.Â
Ada pasar becek, pasar jongkok, pasar senggol, pasar tumpah, pasar kaget, hingga yang sangat luas seperti Pasar Senen atau Tanah Abang di Jakarta.
Tapi, secara umum, pasar tersebut terdiri dari banyak kios yang saling bersambung. Di setiap kabupaten, biasanya ada pasar utama yang terletak di ibu kota kabupaten. Lazimnya terdiri dari dua atau tiga lantai.
Kemudian sejak Orde Baru, mulai bermunculan pasar swalayan, meskipun sebetulnya yang mempelopori di Indonesia adalah Toko Serba Ada Sarinah pada penghujung era Orde Lama.
Pasar swalayan pun juga berviariasi dilihat dari ukurannya, ada hipermarket, supermarket, dan minimarket. Semuanya sama-sama menjual kebutuhan sehari-hari, tapi yang kategori hipermarket menyediakan barang dalam jenis dan jumlah yang lebih banyak.
Pasar swalayan inilah yang  menjadi "tertuduh" sebagai faktor penyebab sepinya pasar tradisional. Ruangnya yang luas dengan pendingin udara dan harga barang yang jelas tercantum, membuat pengunjung merasa nyaman.
Tapi, pasar tradisional tidak betul-betul mati. Tetap ada saja warga, terutama ibu-ibu, yang sengaja ke pasar tradisional karena bisa pakai daster dan ngobrol dengan pedagangnya sambil menawar harga.
Hanya, secara umum pasar tradisional sudah kalah dari swalayan. Coba saja datangi pasar tradisional yang di Jakarta dikelola oleh perusahaan daerah Pasar Jaya. Biasanya, kios-kios yang berada di lantai 2, banyak yang tutup tanpa penyewa, karena memang tidak lagi didatangi konsumen.
Menariknya, eksistensi pasar saat ini sangat dinamis, sehingga pasar swalayan pun tidak selalu aman. Sekarang, pengertian pasar semakin meluas dengan maraknya perdagangan secara online melalui aplikasi. Ini pulalah yang sekarang disebut sebagai biang keladi tumbangnya pasar swalayan.
Apakah memang begitu? Belum tentu juga. Sejauh ini yang tumbang adalah kelas hipermarket atau pasar swalayan yang berukuran raksasa.Â
Beberapa tahun lalu Hypermart milik Grup Matahari yang tumbang. Sekarang, hipermarket Giant milik Grup Hero yang mengikuti jejak Hypermart. Maka, tak perlu heran bila beberapa hari terakhir ini, gerai Giant yang tersebar di beberapa lokasi di Jabodetabek diserbu pengunjung.