Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tarik Tunai di ATM Kena Biaya, Bank Sudah Kepayahan atau Serakah?

24 Mei 2021   14:02 Diperbarui: 24 Mei 2021   16:42 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada berita bahwa tarik tunai di ATM ditarik bayaran atau istilahnya kena biaya administrasi. Tentu hal itu menjadi biaya bagi nasabah, namun dari kacamata bank disebut dengan fee based income yang menjadi keuntungan bank.

Setelah diteliti, berita itu benar adanya dan berlaku di ATM Link, yakni ATM yang dikelola secara bersama oleh 4 bank BUMN yang berhimpun dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara).

Bank-bank tersebut terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri.

Memang hanya di ATM Link saja ketentuan itu berlaku. Tapi, jangan lupa, di negara kita peranan bank milik negara cukup dominan, sehingga jumlah ATM Link pun sangat banyak. 

Artinya, bagi puluhan juta nasabah ke 4 bank tersebut, mau tak mau akan tergerus saldonya bila menggunakan ATM Link. Padahal, selama ini bertransaksi di ATM relatif sering dilakukan seseorang.

Aturan baru tersebut akan berlaku mulai 1 Juni 2021. Tidak hanya tarik tunai yang kena biaya, tapi juga cek saldo. Untuk penarikan tunai dikenakan biaya Rp 5.000 dan untuk cek saldo Rp 2.500.

Jelas hal tersebut bukan berita yang bagus  bagi konsumen. Kompas.id (22/5/2021) menulis bahwa konsumen keberatan dengan rencana pengenaan biaya aktivitas perbankan pada ATM Link.

Alasannya, hal tersebut dirasa membebani masyarakat dan tidak sesuai dengan semangat awal pembentukan ATM Link, yakni mempermudah nasabah.

Perlu diketahui, sebelum ada ATM Link, masing-masing bank BUMN membeli dan memasang ATM sendiri-sendiri. Kemudian, untuk tercipta efisiensi dan memepermudah nasabah, Himbara meluncurkan ATM Link. 

Komentar cukup keras dinyatakan Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing. Ia menilai perbankan serakah dan tidak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang tertekan karena pandemi, padahal labanya sudah triliunan rupiah.

Pihak bank sendiri tentu punya alasan. Masih dari kompas.id di atas, dalam keterangan persnya, Himbara menjelaskan, penerapan biaya itu dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

GNNT berarti bertransaksi secara digital seperti melalui internet banking atau mobile banking. Bahkan, sekarang mulai marak pembayaran yang tidak melibatkan bank, seperti melalui aplikasi tertentu, yang disebut juga e-wallet (dompet digital).

Soal laba bank-bank BUMN yang triliunan rupiah, itu memang betul. Tapi, dengan catatan bahwa laba sepanjang tahun 2020 lebih rendah ketimbang 2019.

Tentu saja penurunan kinerja bank BUMN tersebut karena terjadinya pandemi Covid-19 yang berbuntut pada kelesuan ekonomi. Buntutnya, pengembalian kredit bank menjadi seret alias naiknya kredit macet di bank.

BNI menjadi bank BUMN yang persentase penurunan labanya paling besar, antara tahun 2020 dibanding 2019, anjlok 78,7 persen. Berikutnya BRI anjlok 45,8 persen, dan Mandiri anjlok 37,7 persen. 

Namun, terjadi anomali di BTN yang mengalami kenaikan laba sebesar 665,7 persen. Hal ini karena pada 2019 laba BTN kecil sekali, hanya Rp 209 milar, setelah manajemennya melakukan bersih-bersih, karena kualitas kredit yang memburuk.

Jadi, secara umum, dapat disimpulkan bank BUMN memang lagi mengalami penurunan kinerja. Tapi, karena itu tadi, labanya masih triliunan rupiah, tidak tepat kalau disebut bank-bank itu lagi kepayahan atau lagi sempoyongan.

Kalau begitu, apakah bank-bank itu serakah? Ya, jawabannya tentu terserah dari sisi mana dilihatnya. Jika dari kacamata bank, seperti telah ditulis di atas, motifnya untuk mendorong nasabah lebih banyak bertransaksi secara digital.

Hanya saja, meskipun tidak dinyatakan pihak bank, biaya pengadaan dan pemeliharaan ATM memang relatif besar. Kenapa muncul ATM Link antara lain juga agar beban pengadaan dan pemeliharaan itu dipikul bersama oleh 4 bank.

Kemudian, ada soal lain yang berkaitan dengan kinerja perbankan nasional secara umum. Sekarang, jumlah dana yang disimpan masyarakat di bank selalu bertumbuh signifikan, sementara kemampuan bank dalam menyalurkan kredit, sangat rendah, karena dibayangi kredit macet yang naik. 

Jadi, ada kesan bahwa bank mulai tidak lagi berpromosi mencari dana. Bahkan, suku bunga bagi penabung, termasuk dalam bentuk deposito, dipangkas relatif besar, sehingga menyimpan uang di bank sebetulnya tidak lagi menarik.

Sayangnya, iklim bisnis juga belum kondusif, sehingga dari pada uang hanya disimpan di bawah bantal, masih banyak yang mau tak mau tetap menabung di bank.

Maka, dengan gambaran di atas, pola pikir nasabah harus diubah. Bahwa dengan dana mereka ditempatkan di bank, artinya masyarakat minta tolong kepada bank untuk mengamankan dan mengadministrasikan dananya.

Dulunya, pola pikir yang dipakai adalah bank yang minta tolong agar masyarakat menyimpan uang di banknya. Sehingga bank berani mengiming-imingi dengan hadiah yang besar, termasuk menggratiskan transaksi di ATM.

Tapi, hal ini mungkin hanya bersifat temporer. Bila nanti bank kekurangan dana karena penyaluran kredit kembali lancar, bisa jadi fee ATM dihapus lagi.

Apalagi, bila bank-bank swasta masih menggratiskan transaksi di ATM dan terjadi perpindahan dana dari bank BUMN ke bank swata. Ini pasti membuat bank BUMN kelimpungan.

Hal lain yang perlu diingat, sekarang konsumen harus berhitung, lebih baik menarik uang di ATM seminggu sekali sebesar Rp 2 juta dari pada setiap 2 hari menarik sebesar Rp 500.000. Artinya, frekuensi ke ATM dikurangi.

Bagaimanapun juga, uang tunai masih perlu, meskipun belanja dengan non tunai makin marak. Jadi, meskipun kena biaya, masyarakat masih akan datang ke ATM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun