Maka, dengan gambaran di atas, pola pikir nasabah harus diubah. Bahwa dengan dana mereka ditempatkan di bank, artinya masyarakat minta tolong kepada bank untuk mengamankan dan mengadministrasikan dananya.
Dulunya, pola pikir yang dipakai adalah bank yang minta tolong agar masyarakat menyimpan uang di banknya. Sehingga bank berani mengiming-imingi dengan hadiah yang besar, termasuk menggratiskan transaksi di ATM.
Tapi, hal ini mungkin hanya bersifat temporer. Bila nanti bank kekurangan dana karena penyaluran kredit kembali lancar, bisa jadi fee ATM dihapus lagi.
Apalagi, bila bank-bank swasta masih menggratiskan transaksi di ATM dan terjadi perpindahan dana dari bank BUMN ke bank swata. Ini pasti membuat bank BUMN kelimpungan.
Hal lain yang perlu diingat, sekarang konsumen harus berhitung, lebih baik menarik uang di ATM seminggu sekali sebesar Rp 2 juta dari pada setiap 2 hari menarik sebesar Rp 500.000. Artinya, frekuensi ke ATM dikurangi.
Bagaimanapun juga, uang tunai masih perlu, meskipun belanja dengan non tunai makin marak. Jadi, meskipun kena biaya, masyarakat masih akan datang ke ATM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H