Sangat beruntung saya punya Etek (adik perempuan ayah dalam bahasa Minang) yang jadi kepala sekolah di sebuah Sekolah Dasar (SD) di Kota Payakumbuh, Sumbar.
Saat itu, sekitar akhir dekade 1960-an hingga awal dekade 1970-an, Etek sering membawa majalah anak-anak Si Kuncung yang sangat saya gemari. Majalah itu sepertinya punya sekolah, tapi boleh dibawa pulang.
Selain itu, Etek juga punya beberapa novel terbitan Balai Pustaka. Novel tersebut bergenre roman, karena mengisahkan kronik kehidupan para tokoh secara mendalam dan fokus utamanya pada percintaan romantis antar sepasang kekasih.
Sebagai anak yang masih duduk di kelas 2 atau 3 SD, belum saatnya saya membaca novel bertema percintaan. Dan memang, sebetulnya Etek hanya meminta saya membaca Si Kuncung saja, sedangkan buku roman Balai Pustaka, saya baca secara diam-diam.
Akibat bacaan itu, saya jadi lumayan sering melamun. Saya berimajinasi punya kekasih hati yang cantik dan baik hati, seperti yang dialami tokoh dalam roman yang saya baca.
Yang saya bayangkan jadi kekasih saya itu adalah teman satu kelas saya yang menurut saya paling cantik. Tapi, dalam bayangan itu, saya dan sang kekasih sudah dewasa.
Saya juga membayangkan akan terjadi konflik, misalnya orang tua kekasih saya tidak menyukai saya, karena saya berasal dari keluarga miskin.
Lalu saya sakit hati dan merantau ke Jakarta. Setelah itu saya jadi orang sukses yang kaya raya. Suatu kali saya pulang kampung dan dapat informasi kalau kekasih saya sudah lama menderita sakit, hanya tergolek lemah di rumahnya.
Karena rindu yang menggebu, saya beranikan diri  ke rumah kekasih. Mungkin melihat penampilan saya yang parlente, saya disambut hangat oleh orang tua sang kekasih.
Ringkas cerita, saya akhirnya menikah dengan sang pujaan hati dan hidup berbahagia sampai akhir hayat. Cerita yang simpel, tapi jujur, hal-hal seperti itu bermain-main di benak saya setiap menamatkan sebuah novel roman Balai Pustaka.
Memang, jika roman yang saya baca banyak berkisah tentang kasih tak sampai, saya sengaja membikin imajinasi yang happy ending, karena tokoh utamanya saya sendiri.Â