Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran di Sumbar: Pulang Basamo, Gengsi Perantau, dan Lomba Sumbangan

16 Mei 2021   19:00 Diperbarui: 16 Mei 2021   18:58 1945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya saja tidak lagi pandemi, acara pulang basamo (pulang kampung bersama) dari berbagai kota di tanah air, bahkan dari luar negeri, menuju ke semua kabupaten di Sumatera Barat (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai), pasti sangat semarak.

Soalnya, acara pulang basamo sudah menjadi semacam budaya yang dilakukan para perantau dari Ranah Minang. Sekadar catatan, jumlah orang Minang yang tinggal di Sumbar dan yang tinggal di luar Sumbar diperkirakan berimbang jumlahnya.

Boleh dikatakan di semua kota besar di tanah air, bahkan juga di luar negeri seperti yang telah ditulis di atas, ada organisasi para perantau Minang. 

Khusus untuk kota dengan jumlah perantau Minang yang amat banyak seperti Jakarta, organisasi perantau itu dibikin bertingkat. Maksudnya anggotanya ada yang sangat longgar untuk semua orang Minang, ada yang sesama asal kabupaten tertentu, sesama asal satu kecamatan, dan ada yang sesama asal satu desa (di Sumbar disebut nagari).

Dengan adanya organisasi tersebut, acara pulang basamo gampang dikoordinasikan. Apalagi sejak ramainya komunikasi melalui media sosial, acara seperti itu makin gampang lagi dilakukan.

Ada yang pulang basamo dengan membawa mobil pribadi secara berombongan (konvoi). Tak heran bila saat lebaran di Sumbar banyak bersliweran kendaraan dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatera, berimbang dengan plat BA (tanda nomor polisi untuk kendaraan yang terdaftar di Sumbar).

Ada pula yang menyewa bus pariwisata. Tentu juga banyak yang naik pesawat terbang. Pokoknya berbagai moda transportasi menjadi pilihan untuk pulang basamo.

Kemacetan di jalan-jalan utama yang menghubungkan antar kota di Sumbar saat lebaran lumayan parah, sebagai dampak dari banyaknya kendaraan dari tanah rantau.

Tapi, bukan soal kemacetan yang menjadi topik utama tulisan ini. Gaya perantau yang ingin memperlihatkan kesuksesannya, menjadi hal yang menarik untuk diamati.

Gengsi perantau adalah sentimen yang sengaja dibangkitkan oleh pengurus masjid, panitia pembangunan suatu proyek swadaya masyarakat, atau oleh panitia perlombaan seni, budaya, olahraga, acara khatam qur'an, dan sebagainya.

Biasanya, beberapa hari sebelum idul fitri, para perantau sudah berdatangan di kampung halaman masing-masing. Saat salat tarawih, para perantau akan ikut salat berjamaah di masjid kampung.

Nah, ketika itulah, panitia dengan pintar menciptakan kondisi tertentu sehingga terjadi lomba sumbangan antar perantau. Jika perantau asal Riau misalnya menyumbang Rp 500.000, panitia akan mengumumkan nama penyumbang dan jumlah sumbangannya.

Kemudian panitia akan "menantang" perantau asal Medan, agar jangan mau kalah dengan Riau. Berikutnya juga memancing perantau asal Jakarta, atau yang dari Malaysia.

Puncaknya pada acara salat ied, tepatnya sebelum salat, panitia akan heboh, bersorak menggunakan mikrofon. Semuanya memancing mengalirnya sumbangan dari kantong para jamaah, terutama mereka yang datang dari rantau.

Akibatnya, salat ied bisa terlambat dimulai karena waktu yang dibutuhkan untuk minta sumbangan relatif lama. Hal seperti ini jarang ditemukan di luar Sumbar.

Jangan tanyakan apakah sumbangan seperti itu jadi "tercemar" karena ada unsur pamer diri. Biarlah soal keikhlasan ini, menjadi ranah pribadi masing-masing penyumbang.

Yang jelas, konsekuensi para perantau akan "ditodong" telah disadari oleh para perantau, karena budaya seperti itu sudah berlangsung sejak lama, diperkirakan dari dekade 1970-an.

Makanya, perantau Minang tidak setiap tahun melakukan mudik lebaran. Hanya mereka yang telah mengumpulkan uang relatif besar yang mudik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun