Heni dengan sengaja memilih menjadi semacam "konsultan" bagi calon pembeli di butiknya, sehingga dari situlah muncul pelanggan setianya. Jadi, saran Heni adalah saran yang dilihat dari sisi kepentingan pelanggan.
Seperti telah disinggung di atas, jika pelanggan memaksa membeli sebuah pakaian, sedangkan menurut Heni kurang cocok, ia akan bilang meskipun setelah itu pelanggan tidak jadi membeli.
O ya, Heni tidak mau melayani pembeli laki-laki yang datang sendiri atau datang sesama laki-laki. Meskipun lelaki itu berdalih ingin membelikan pakaian untuk istrinya.
Jadi, kalau seorang lelaki ingin masuk butik Heni, harus bersama pasangannya atau dengan saudara perempuannya. Selain demi keamanan agar ia terbebas dari pelanggan yang usil, prinsip Heni tidak sekadar barang terjual, tapi ingin melihat langsung calon pemakai bajunya.
Ada semacam hubungan emosional, atau paling tidak semacam hubungan kekeluargaan yang dibangun Heni dengan pelanggannya. Ia sangat percaya pada pelanggannya, dan tidak ragu mengutangi pelanggannya.
Padahal Heni juga bukan orang berpunya karena suaminya hanya pegawai biasa, belum punya jabatan. Tapi, dengan kepercayaan yang diberikannya, tidak ada pelanggannya yang sengaja tidak melunasi utang. Kalau yang terlambat membayar, memang ada.
Kesimpulan saya, Heni merupakan contoh pelaku usaha kecil yang tidak saja menjalankan bisnis dengan sepenuh hati, tapi juga dengan menerapkan etika bisnis yang baik. Maka, yang dicari Heni bukan harta yang banyak, tapi harta yang membawa keberkahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H