Meskipun sudah berhitung dengan cermat, tetap saja, adakalanya kondisi kemacetan sangat parah di luar dugaan. Maka, jalan terbaik, selalu siaga dengan mengantongi air minum dalam kemasan dan beberapa potong kue atau beberapa biji kurma untuk membatalkan puasa.
Dengan demikian, tidak ada lagi kecemasan bagi para penglaju ketika azan magrib berkumandang, padahal masih di dalam kendaraan umum.
Masalahnya, selama pandemi, ada ketentuan tidak boleh makan dan minum bagi penumpang kereta api. Tapi, khusus selama bulan puasa, manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) Commuter, yang melayani antar stasiun se Jabodetabek, membolehkan penumpang berbuka puasa.
Sebetulnya, jika tidak siap dengan minuman dan makanan untuk membatalkan puasa, di pinggir jalan banyak para penjaja yang menawarkan air minum dalam kemasan dan makanan kecil.Â
Tapi, demi kenyamanan, tanpa memandang mau macet atau tidak, alangkah baiknya para penglaju telah menyiapkan bekal dalam tasnya.
Ya, begitulah derita para penglaju di Jabodetabek yang berpuasa. Bisa jadi pelaksanaan ibadah agak terganggu, tidak bisa salat magrib, salat isya dan salat tarawih secara berjamaah.
Kenikmatan berbuka bersama dengan keluarga tercinta pun, tidak gampang dilakukan. Sesampainya di rumah, dalam kondisi yang lelah, harus buru-buru membersihkan diri seperti yang disosialisasikan pemerintah tentang protokol kesehatan.
Haruskan para penglaju mengeluh? Jika tak mampu mengelola emosi, justru indikasi ibadah puasanya belum berjalan dengan baik. Bukankah hakikat puasa itu berupa pengendalian diri, termasuk menghadapi kondisi yang tidak nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H