Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengasah Kemampuan Menulis, Taktik Anak Bawang Mencuri Perhatian

18 April 2021   16:46 Diperbarui: 18 April 2021   17:14 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tulisan saya di Kompas (dok pribadi)

Sejak masih duduk di bangku SD, saya sudah menyukai pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya belajar membuat karangan. Beberapa kali saya menang lomba mengarang antar sekolah di kota kelahiran saya, Payakumbuh, Sumatera Barat.

Sungguh, kegiatan menulis yang saya niatkan sebagai penyaluran hobi semata-mata, tanpa saya duga, menjadi salah satu faktor pendukung perjalanan karier saya di kantor pusat sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Semua itu berawal dari dimuatnya tulisan saya di media cetak. Sebetulnya, saat kuliah, tulisan saya sudah beberapa kali muncul di koran Haluan, sebuah koran lokal terbitan Padang.

Tapi, tonggak sejarah yang paling berkesan dalam perjalanan kepenulisan saya terjadi pada tahun 1988, saat tulisan saya pertama kali menembus koran paling berpengaruh di Indonesia, Kompas. 

Ketika itu saya masih anak bawang di kantor, karena baru sekitar beberapa bulan menjadi karyawan tetap (setelah pada tahun sebelumnya masih sebagai karyawan tahap percobaan).

Seperti yang telah saya sebut di atas, Kompas adalah media berpengaruh, karena dibaca oleh banyak orang, terutama para pejabat dan orang kantoran. Maka, tulisan saya di Kompas mampu mencuri perhatian para petinggi di perusahaan tempat saya bekerja.

Paling tidak, perhatian atasan langsung saya mulai terlihat dengan mengucapkan selamat kepada saya sambil tanya-tanya bagaimana teknis mengirim artikel ke media cetak.

Saya menulis topik yang secara tidak langsung berkaitan dengan bidang tugas saya di kantor, atau dengan bisnis yang digeluti perusahaan tempat saya bekerja. Tentu hal ini menjadi daya tarik bagi rekan kerja dan atasan saya.

Sejak itu, atasan saya menugaskan saya untuk menulis draft surat edaran (SE), semacam petunjuk tertulis yang setelah ditandatangani direksi perusahaan, nantinya menjadi pedoman kerja semua kantor (kantor pusat, kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu) di lingkungan perusahaan tempat saya bekerja.

Karena saya bertugas di divisi akuntansi, tentu SE-SE yang saya susun, berkaitan erat dengan bidang akuntansi dan keuangan. 

Dengan perhatian atasan yang lebih besar, saya menikmati keuntungan, karena relatif cepat dipromosikan ketimbang teman-teman saya satu angkatan. Bahkan, saya akhirnya harus pintar-pintar membawa diri karena menjadi atasan bagi beberapa senior saya di divisi akuntansi.

Hanya saja, setelah punya posisi, saya relatif sulit untuk menyalurkan hobi menulis opini yang akan dikirim ke media cetak. Pada tahun 1993-1995 menjadi masa produktif saya, dengan seringnya tulisan saya tentang ekonomi, manajemen, dan perbankan, muncul di beberapa koran ibu kota.

Setelah itu saya aktif di majalah bulanan internal perusahaan, dan bahkan kemudian saya diminta menjadi anggota redaksi majalah tersebut.

Namun, kisah saya di atas sudah berlangsung beberapa dekade lalu. Apakah pengalaman itu masih relevan bagi anak sekarang yang baru memulai karier?

Menurut saya, meskipun perkembangan teknologi sudah sangat maju, di mana media cetak sudah masuk masa "senja", bagi anak bawang atau fresh graduate yang baru memulai karier, tetap bermanfaat bila mau mengasah kemampuan  menulis.

Tidak harus di media cetak, tapi di media e-magazine yang ada di perusahaan tempatnya bekerja (sebagai media internal), tulisan seorang anak baru yang bagus, merupakan taktik untuk mencuri perhatian para pengambil keputusan di perusahaan itu. 

Jika harus menunggu kesempatan untuk berbicara di sebuah forum, mungkin akan sulit didapatkan para junior. Lagipula, ada orang yang tidak terlalu percaya diri berbicara di depan para senior, padahal mungkin punya ide yang bagus.

Saya mengamati pada beberapa angkatan berikutnya yang diterima bekerja di tempat saya berkarir, yang mampu menulis opini yang dimuat di media cetak. Ada tiga orang yang intens saya amati, dua orang juga relatif cepat kariernya naik. 

Tapi, ada seorang yang malah kebablasan melakukan sesuatu yang kurang etis. Tulisannya yang dipublikasikan, ada yang mengandung rahasia perusahaan, meskipun ia telah menyamarkan nama perusahaannya. Ia diberi peringatan oleh Satuan Audit Internal dan kariernya relatif datar.

Kesimpulan saya, kemampuan menulis merupakan salah satu modal penting dalam meniti karier, tapi tetap harus tahu rambu-rambu, mana yang selayaknya dipublikasikan, dan mana yang cukup disimpan sebagai pengetahuan pribadi.

Akan lebih dahsyat lagi bila kemampuan menulis dibarengi dengan kemampuan berbicara, kemampuan mendengar, kemampuan membaca, kemampuan menganalisis, dan sebagainya.

Semua kemampuan itu pada dasarnya bisa dilatih, bahkan terhadap orang yang merasa tidak punya bakat sekalipun. Saya telah membuktikan hal ini, karena beberapa orang junior saya di kantor, tertarik untuk belajar menulis.

Kemudian, saya berdiskusi dan mengarahkan mereka yang mau belajar menulis tersebut dan akhirnya tulisan mereka juga dimuat media cetak ibu kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun