Hanya saja, setelah punya posisi, saya relatif sulit untuk menyalurkan hobi menulis opini yang akan dikirim ke media cetak. Pada tahun 1993-1995 menjadi masa produktif saya, dengan seringnya tulisan saya tentang ekonomi, manajemen, dan perbankan, muncul di beberapa koran ibu kota.
Setelah itu saya aktif di majalah bulanan internal perusahaan, dan bahkan kemudian saya diminta menjadi anggota redaksi majalah tersebut.
Namun, kisah saya di atas sudah berlangsung beberapa dekade lalu. Apakah pengalaman itu masih relevan bagi anak sekarang yang baru memulai karier?
Menurut saya, meskipun perkembangan teknologi sudah sangat maju, di mana media cetak sudah masuk masa "senja", bagi anak bawang atau fresh graduate yang baru memulai karier, tetap bermanfaat bila mau mengasah kemampuan  menulis.
Tidak harus di media cetak, tapi di media e-magazine yang ada di perusahaan tempatnya bekerja (sebagai media internal), tulisan seorang anak baru yang bagus, merupakan taktik untuk mencuri perhatian para pengambil keputusan di perusahaan itu.Â
Jika harus menunggu kesempatan untuk berbicara di sebuah forum, mungkin akan sulit didapatkan para junior. Lagipula, ada orang yang tidak terlalu percaya diri berbicara di depan para senior, padahal mungkin punya ide yang bagus.
Saya mengamati pada beberapa angkatan berikutnya yang diterima bekerja di tempat saya berkarir, yang mampu menulis opini yang dimuat di media cetak. Ada tiga orang yang intens saya amati, dua orang juga relatif cepat kariernya naik.Â
Tapi, ada seorang yang malah kebablasan melakukan sesuatu yang kurang etis. Tulisannya yang dipublikasikan, ada yang mengandung rahasia perusahaan, meskipun ia telah menyamarkan nama perusahaannya. Ia diberi peringatan oleh Satuan Audit Internal dan kariernya relatif datar.
Kesimpulan saya, kemampuan menulis merupakan salah satu modal penting dalam meniti karier, tapi tetap harus tahu rambu-rambu, mana yang selayaknya dipublikasikan, dan mana yang cukup disimpan sebagai pengetahuan pribadi.
Akan lebih dahsyat lagi bila kemampuan menulis dibarengi dengan kemampuan berbicara, kemampuan mendengar, kemampuan membaca, kemampuan menganalisis, dan sebagainya.
Semua kemampuan itu pada dasarnya bisa dilatih, bahkan terhadap orang yang merasa tidak punya bakat sekalipun. Saya telah membuktikan hal ini, karena beberapa orang junior saya di kantor, tertarik untuk belajar menulis.