Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Salat Tahajud dan Silaturahmi di Media Sosial

17 Februari 2021   18:54 Diperbarui: 17 Februari 2021   19:39 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti juga pada hari-hari sebelumnya, hari ini saya terbangun sekitar jam 4 dini hari. Karena waktu salat subuh di Jakarta masih sekitar 40 menit lagi, saya masih sempat melakukan salat tahajud.

Setelah itu, sambil menunggu azan subuh, saya membuka hape, sekadar mengecek apakah ada pesan masuk. Nah, ada satu pesan yang agak ganjil dari seseorang yang saya panggil "Pak Etek". Saya lihat saat Pak Etek mengirim pesan itu, pukul 02.08. Ini memang waktu rutin beliau mengirim pesan, antara pukul 02.00 hingga 02.30.

Biasanya, pesan Pak Etek pada intinya untuk membangunkan saya (dan juga orang lain yang beliau kirimi pesan serupa) untuk salat tahajud. Khusus untuk hari Senin dan Kamis, juga ditambahkan dengan pesan untuk makan sahur dalam rangka puasa sunat. 

Saya sendiri, seperti telah ditulis di atas, rutin bangun sekitar jam 4 dini hari, bukan terbangun oleh pesan Pak Etek. Soalnya, saya memang sengaja menyetel hape dalam kondisi bisu, sehingga ada pesan masuk tidak akan menimbulkan bunyi tertentu.

Namun demikian, saya tetap membalas dengan mengucapkan terima kasih kepada Pak Etek atas pesannya yang berharga itu. Mengajak melakukan sesuatu yang baik, jelas sangat berharga, terlepas dari apapun respon si penerima.

Bisa jadi, mereka yang tidak membisukan hapenya, akan terganggu oleh pesan masuk di tengah malam. Tapi, ya itu pilihan masing-masing orang. Toh, urusan ibadah masuk ranah privat (pribadi). Kalau ada yang menuding Pak Etek sok alim, pamer ibadah, mungkin terlalu berlebihan, karena saya tahu keseharian Pak Etek yang memang alim semata-mata karena Allah.

Masalahnya, pesan beliau pada jam 02.08 dini hari tadi menyatakan bahwa beliau tidak akan membangunkan lagi salat tahajud dan makan sahur, dan mengajak ibadah tersebut dilakukan atas dasar kesadaran kita masing-masing. Terhadap pesan yang ganjil ini, saya tetap merespon dengan berterima kasih.

Tapi, saya kembali mendapat pesan dari Pak Etek tiga jam sesudahnya, tepatnya pukul 05.17 yang intinya membatalkan pesannya sebelum itu karena khawatir dianggap telah memutuskan silaturahmi. Beliau mohon maaf dan kembali akan membangunkan orang-orang yang dikiriminya pesan untuk salat tahajud dan berpuasa di hari Senin dan Kamis.

Atas "ralat" tersebut, saya pun membalasnya dengan ucapan terima kasih. Tentu saja saya tidak akan menyampaikan bahwa selama ini saya "netral" saja terhadap pesan religius Pak Etek. Saya tidak merasa terganggu, tapi juga tidak terbantu, karena saya terbangun bukan karena ada pesan masuk.

Hanya saja, saya sangat menghargai niat baik Pak Etek, yang ingin mengajak saya menuju jalan kebaikan. Namun, kalau misalnya Pak Etek tidak lagi mengirim pesan seperti itu, saya tetap merasa ada hembusan semangat untuk bangun dini hari yang ditiupkan Pak Etek ke telinga saya.

Maka, apapun keputusan Pak Etek, saya pikir tidak menjadi masalah dan sama-sama punya dasar yang kuat. Mengingatkan orang lain untuk beribadah, jelas sesuatu yang positif. Hal ini saya nilai lebih dari sekadar bersilaturahmi, lebih dari sekadar say hello.

Namun, memilih untuk tidak mengajak orang lain beribadah melalui pesan singkat, juga ada dasarnya. Dan saya sendiri memang sangat jarang mengirim pesan singkat yang mengajak orang lain beribadah (kecuali ke anak sendiri yang memang tanggung jawab saya). Alasan saya, ibadah itu bersifat pribadi, serta takut dinilai orang lain sebagai pamer ibadah. 

Selain itu, saya harus akui, ibadah saya sendiri masih banyak kekurangannya. Jadi, saya agak khawatir, jika saya mengirim pesan mengajak orang lain beribadah, takut dinilai "menggurui". Namun, akibatnya silaturahmi saya melaui media sosial, frekuensinya terbilang rendah.

Mungkin saya keliru, tapi sementara ini saya berpendapat bahwa tali silaturahmi bersifat horizontal (hablu minannas), antar sesama manusia. Sedangkan ibadah seperti salat tahajud, bersifat vertikal (hablu minallah), antar seseorang dengan Sang Pencipta.

Namun demikian, saya menyadari bahwa saling mengingatkan, saling belajar, dan saling berbagi pengetahuan, termasuk untuk aspek ibadah, penting adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun