Produsen produk perlengkapan outdoor dengan brand Eiger, merupakan produk dalam negeri yang mampu bersaing dengan produk sejenis yang didatangkan dari luar negeri. Jaket, ransel, sepatu, sandal, dan berbagai perlengkapan untuk para pendaki gunung, merupakan contoh barang yang diproduksi Eiger.
Baru-baru ini reputasi Eiger yang selama ini tergolong terpercaya, agak tercemar karena perseteruannya dengan salah seorang youtuber. Eiger tidak puas dengan cara si youtuber melakuan review atas salah satu produk Eiger yang dibelinya. Hal ini berbuntut panjang, karena warganet menilai Eiger sudah kebablasan.
Tulisan berikut ini tidak bermaksud mengulas kasus Eiger. Namun, ingin mengemukakan catatan berkaitan dengan review yang sering dilakukan mereka yang aktif di media sosial atas brand, produk, atau jasa tertentu yang dibeli dan digunakannya.Â
Dalam hal ini, yang melakukan review hanya seorang konsumen biasa, bukan public figure yang bertugas mempromosikan suatu produk. Artinya, review dilakukan atas dasar pengalaman, yang tentu saja bersifat subyektif.
Mungkin timbul pertanyaan, apa kapasitas yang melakukan review tersebut, apakah ia seorang expert yang memang memahami liku-liku pembuatan produk tersebut. Ya, bila yang melakukan review seorang pakar, tentu lebih kredibel.
Tapi bukan berarti yang bukan ahlinya tidak boleh melakukan hal yang sama. Justru seorang yang awam bisa jadi mewakili orang awam lainnya. Pola pikir dan perepsi orang awam, yang nota bene merupakan mayoritas konsumen, inilah yang akan diterima sebagai "kebenaran", meskipun dalam beberapa aspek berbeda pendapat dengan yang disampaikan seorang pakar..
Hal pertama yang perlu diingat oleh orang biasa yang ingin menuliskan pengalamannya sebagai seorang konsumen, adalah faktor niat. Niatnya harus baik, demi konsumen. Bukan sebagai iklan kerjasama dengan produsen, bukan pula iklan karena produsennya adalah keluarga atau teman sendiri. Juga bukan sengaja menjelek-jelekan demi membantu produsen lain yang jadi pesaing brand yang diulas di media sosial.
Dengan demikian, sebagai turunan dari niat baik, faktor kedua adalah independensi dari individu yang melakukan review. Independensi itu harus tergambar pada ulasan yang berimbang. Jangan hanya membeberkan kejelekannya, ulas juga sisi baiknya, agar lengkap dan komprehensif.Â
Adapun aspek yang diulas, paling tidak menyangkut mutu barang, penampilan/kemasan, pelayanan yang diterima, kenyamanan menggunakannya, model atau gayanya, harganya, kemudahan mendapatkannya, dan hal lain yang diperkirakan menjadi bahan pertimbangan seseorang dalam membeli sebuah produk.
Semua yang diungkapkan di atas dilakukan secara jujur. Kejujuran ini sekaligus menjadi faktor ketiga yang perlu diperhatikan sebelum seseorang melakukan review. Apa yang ditulis betul-betul yang dialami dan dirasakan, tidak ditambah-tamabahi dan tidak dikurang-kurangi.Â
Faktor keempat, objeknya pun harus spesifik dan jangan terjebak untuk menggeneralisir. Jika yang dibeli merupakan satu seri atau model tertentu dari sebuah produk, dan kebetulan kekurangannya lebih banyak dari kelebihannya, jangan berkesimpulan seri atau model yang lain juga seperti itu.