Aslinya, saya bukan penulis soal yang berkaitan dengan asmara, meskipun sesekali saya lukukan di Kompasiana.Â
Tapi, kebiasaan saya kalau di rumah, sambil mengetik tulisan di laptop, ditemani oleh tayangan televisi, yang sebetulnya biar tidak terkesan sepi saja.
Konsentrasi saya memang kadang-kadang terpecah, antara tulisan dan menonton siaran televisi.Â
Nah, suatu kali, pada acara berita di seputar gosip artis, sepasang pembawa acara yang juga aktor dan aktris sinetron, lagi terlibat pembicaraan ringan.
Si cowok bertanya kepada si cewek, apa sih beda cinta dan sayang? Lalu, menurut si cewek, cinta jauh lebih dalam artinya dari sayang.Â
"Kita tidak bisa secara penuh mencintai seseorang, karena cinta itu cenderung posesif, ingin memiliki dan mengendalikan," lanjut si cewek yang pembawa acara itu.
Saya tidak tahu, apakah penjelasan si pembawa acara itu sudah tepat atau malah keliru.Â
Soalnya, pada sisi yang berlawanan, justru cinta itu tidak ingin mengendalikan, malah dengan sepenuh hati ikhlas berkorban.
Makanya, Ebiet G. Ade mengatakan dalam lirik salah satu lagunya yang sangat populer, "cinta tidak mesti bersatu".
"Biar kucumbui bayangmu dan kusandarkan harapanku," demikian antara lain kata Ebiet.
Hanya saja, sejak istilah hubungan toksik sering diperbincangkan di media sosial, saya berpikir, jangan-jangan cinta yang mengendalikan dan juga cinta yang ikhlas berkorban, termasuk jenis percintaan yang toksik