Reshuffle kabinet, selalu ada sisi dramanya. Awalnya hanya ada dua orang menteri yang ditangkap KPK karena dugaan korupsi, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Probowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Tapi, kalau akhirnya ada 4 menteri lain yang juga harus ikhlas melepaskan kursinya, ini bukan hal yang mengagetkan. Justru drama ini sudah terlalu panjang, karena Presiden Joko Widodo sudah pernah menegur dengan keras para menteri yang berkinerja jelek pada bulan Juni lalu.
Mungkin maksud Jokowi baik, masih memberi kesempatan para menteri yang ditegur untuk memperbaiki kinerjanya. Tapi, publik sudah gemes, sehingga opini yang beredar di media sosial semakin liar, malah ada yang minta Prabowo Subianto  dan Mahfud MD, agar diganti.
Tentang apa yang akan dikerjakan menteri yang diberhentikan, tentu selain 2 orang yang lagi diproses KPK, belum didapat beritanya. Tapi, dulu ada menteri yang beminat jadi wali kota, yakni Menteri Kehutanan dan Perkebunan di era Presiden Gus Dur, Nur Mahmudi Ismail. Ia kemudian terpilih jadi Wali Kota Depok, Jawa Barat.
Nah, sekarang yang terjadi sebaliknya, wali kota yang jadi menteri. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ditunjuk menjadi Menteri Sosial. Uniknya, bos Risma di Surabaya, yakni Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pernah menjadi Menteri Sosial sebelum bertarung di pilgub Jatim.Â
Menarik untuk ditunggu, akankah Risma "balas dendam" ke Khofifah? Ingat, Risma pernah menangis sujud di hadapan para dokter di Surabaya. Para dokter mengeluh tentang rumah sakit yang sudah overload, tapi Risma juga curhat tidak bisa masuk ke rumah sakit milik Pemprov Jatim seperti RS dr. Soetomo (detik.com 30/6/2020). Sepertinya komunikasi Risma dan Khofifah tersumbat.
Sebelum itu, Risma bukan menangis, tapi marah. Dua mobil PCR bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB) untuk Surabaya dialihkan ke daerah lain oleh Satgas Covid-19 Jawa Timur. Lagi-lagi ini bisa ditafsirkan bahwa antara Khofifah dan Risma ada perang dingin. Karena lebih rendah posisinya, tentu Risma kalah dalam "perang" tersebut.
Tapi, itu dulu. Sekarang, secara protokoler saja, posisinya sudah terbalik. Dulu Risma yang menunduk hormat kepada Khofifah, sekarang bila Risma sebagai Mensos melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur, Khofifah yang akan menjemput.
Sebetulnya, rivalitas Risma-Khofifah tidak terlalu mengagetkan. Soalnya, dalam politik mereka berseberangan. Pada pilgub Jatim 2018 yang dimenangkan Khofifah yang diusung antara lain oleh Golkar dan Demokrat, Risma berdiri di pihak paslon Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Guntur Soekarno yang diusung PKB dan PDIP.
Kemudian pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020 lalu, untuk calon wali kota Surabaya, Risma berada di pihak Eri Cahyadi yang dijagokan PDIP. Sementara itu Khofifah mendukung kubu Machfud Arifin yang didukung PKB dan sejumlah partai lainnya.
Jika di pilgub Jatim, jagoan Risma mengalami kekalahan, pada pilwako Surabaya, jagoan Risma meraih kemenangan, meskipun kubu Machfud kabarnya akan mengajukan gugatan.