Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puber Kedua, Bahkan Ketiga, Kenapa Tidak? Asal di Jalur yang Benar

20 Desember 2020   05:58 Diperbarui: 20 Desember 2020   06:06 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta itu tidak memandang usia. Kemesraan sebagai salah satu dari indikator rasa cinta, yang dalam hal ini saya batasi dengan cinta antar lawan jenis, bisa sepasang suami istri, sepasang kekasih, atau baru tahap pedekate, bisa dialami oleh anak kecil yang masih bau kencur hingga orang tua yang sudah mulai bau tanah.

Jujur, saya iri dengan sepasang suami istri, sebut saja namanya Fadil dan Lusy. Fadil teman kuliah saya satu angkatan, sedangkan Lusy juga alumni universitas yang sama, tapi angkatannya dua tahun di bawah saya. 

Dulu Fadil sangat akrab dengan saya, tapi setelah masing-masing mendapat pekerjaan, kami kehilangan kontak. Setelah reuni dua tahun lalu, akhirnya persahabatan kami terjalin kembali. Ia sering menceritakan hal yang bersifat pribadi, seperti tentang kehidupan rumah tangganya.

Nah, yang bikin saya iri, di usia Fadil yang sudah 59 tahun dan Lusy 57 tahun, pasangan ini mengatakan masih tetap sering melakukan adegan mesra di rumahnya. Memang, hal itu dilakukannya ketika anak, menantu, dan cucunya lagi tidak ada. 

Seperti pernah diceritkannya, betapa usilnya mereka berdua. Ketika istrinya lagi asyik memasak, adakalanya Fadil diam-diam memeluk istrinya dari belakang. Hal yang sama dibalas Lusy, ketika Fadil lagi asyik membaca koran.

Kemesraan begitu bukan berarti mereka ingin melakukan hubungan intim, karena sesuai kodratnya, Fadil mengakui keperkasaannya sudah jauh menurun. Tapi itu bukan alasan untuk tidak saling mencolek, saling belai, saling peluk cium, atau tindakan lainnya yang membutuhkan sentuhan fisik. 

Mereka masih mengumbar ungkapan sayang karena getaran asmara masih dimiliki keduanya. Jadi, bila puber kedua terjadi pada usia 40-an, menurut Fadil, ia seperti mengalami puber ketiga. 

Bagusnya, Fadil mengalami puber pada jalur yang benar. Soalnya, bukankah kata puber kedua konotasinya cenderung negatif, di mana pihak yang puber, bisa suami, bisa pula istri, punya selingkuhan. Asmara mereka tak bergejolak di dalam rumah, tapi menjadi liar di luar rumah bersama selingkuhannya.

Punya tiga anak, dua di antaranya telah menikah yang memberikan Fadil tiga orang cucu, bukan halangan buat mengalami puber. Padahal, kebanyakan orang lain, ketika sudah punya beberapa orang cucu, meskipun tidak ada riak-riak yang berpotensi memecah rumah tangga, biasanya antar kakek dan nenek tidak punya keinginan lagi untuk bermesra-mesra. 

Ada yang menilai di masa tua hanya masa buat beribadah, sudah tidak layak lagi main sayang-sayangan. Tak heran, hubungan mereka yang punya penilaian seperti itu, berlangsung datar dan hambar. Mereka tetap berbaikan, tapi hanya seperti antar dua orang saudara saja.

Contohnya, masih seputar teman saya, tapi ini teman kerja, bukan teman kuliah. Pasangan Anto dan Vera, masing-masing berusia 60 tahun dan 59 tahun. Keduanya baru memasuki usia pensiun, sehingga sebetulnya punya waktu luang untuk bermesraan.

Tapi, pasangan ini memang sama-sama pendiam, dari dulu setahu saya mereka tidak ekspresif, tak terlihat apakah bahagia atau sedih. Meskipun begitu, kalau lagi mood dan saya berhasil memancing, tanpa sengaja Anto akan bercerita tentang rahasia rumah tangganya.

Keluhan Anto, seperti sudah saya duga, ada persoalan komunikasi yang tersumbat antara ia dan istrinya. Celakanya, Anto mengatakan kadar cintanya kepada sang istri sudah berkurang jauh. Tapi, sebagai seorang suami, yang otomatis menjadi kepala keluarga, ia akan selalu setia dan bertanggung jawab.

Anto seperti berbisik kepada saya, menandakan yang dibicarakan berupa hal yang sangat rahasia dan sensitif. Ia jujur mengakui kemampuan seksualnya sudah menurun yang menurut saya tentu saja wajar karena faktor usia. Saya bilang, itu tidak usah dikhawatirkan.

Masalahnya, Anto masih ingin sesekali saling mesra. Namun, begitu Anto memegang tangan istrinya, sang istri langsung menepis perlahan. Dugaan Anto, sang istri takut bila aktivitas memegang tangan itu berlanjut ke permintaan hubungan intim. Bisa jadi, kondisi fisik istrinya punya kendala sehingga mengalami kesakitan bila berhubungan.

Akibatnya Anto jadi tersinggung. Saya sudah menyarankan kepada Anto, kenapa ia tidak berbicara baik-baik saja tentang apa yang ia inginkan kepada sang istri? Ternyata, justru saling membuka isi hati itulah yang sangat sulit mereka lakukan. Maka, hal ini sudah di luar kemampuan saya untuk memberikan advis. 

Saya pikir, pasangan Anto-Lusy ini butuh bantuan psikolog agar rumah tangga mereka terselamatkan. Bila juga menyangkut masalah andropause dan menopause, tentu dokter spesialis bisa menjadi tempat konsultasi. 

Apapun juga, cinta mereka yang  telah pudar, perlu diasah lagi agar bersinar. Puber kedua atau ketiga, itu barangkali jawabannya. Tentu saja puber di jalur yang benar, bukan beraroma perselingkuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun