Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksin Datang, Covid-19 Hilang? Semoga Tidak Dibisniskan

11 Desember 2020   14:08 Diperbarui: 11 Desember 2020   14:09 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Kompas TV, dimuat tribunnews.com

Vaksin Sinovac tiba di tanah air untuk membendung pandemi Covid-19, Minggu (6/12/2020) malam, yang diterbangkan langsung dari China. Banyak media arus utama yang mengangkat berita tersebut sebagai headline. 

Merespon kedatangan vaksin tersebut, disikapi secara beragam oleh masyarakat. Ada yang pesimis karena menilai vaksin itu masih diragukan efektivitasnya, bahkan ada yang menolak karena tidak yakin dengan kehalalannya secara agama.

Tak sedikit pula yang dari awal sudah skpetis, percaya bahwa pandemi Covid-19 merupakan konspirasi dari pihak tertentu, mungkin dari China atau Amerika Serikat. Vaksin dianggap sebagai cara untuk mengeruk keuntungan bisnis semata oleh pihak-pihak yang berkonspirasi.

Sebaliknya, ada pula yang terlalu optimis, seolah-olah begitu vaksin datang, pandemi  Covid-19 langsung hilang. Kelompok yang seperti ini sudah tak sabar mau mendapat vaksin secepat mungkin, untuk kemudian bebas berjalan-jalan ke mana mereka mau.

Semua sikap di atas, baik yang pesimis, skeptis, atau yang kelewat optimis, perlu dikoreksi. Bahwa vaksin mendatangkan harapan, itu betul. Tapi masih banyak tahapan yang harus dilalui hingga masyarakat banyak di semua penjuru tanah air memperoleh vaksin tersebut.

Tahapan tersebut antara lain kelanjutan uji klinis hingga dinilai layak untuk digunakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kemudian persoalan distribusi dan logistiknya, serta siapa yang harus diprioritaskan, juga bukan soal gampang mengingat kondisi geografis negara kita yang terdiri diri banyak pulau. Belum lagi masalah biayanya, apakah akan dibagikan secara gratis atau berbayar.

Sementara itu, di tengah masyarakat sendiri sudah mulai terlihat kejenuhan atau kelelahan dan berujung kepasrahan dalam menghadapi pandemi. Pasrah bukan berarti banyak yang berdiam diri di rumah. Tapi, justru cuek saja beraktivitas seperti pada masa normal.

Masyarakat yang terkesan memandang enteng protokol kesehatan itu bukannya tidak yakin dengan keganasan Covid-19.  Hanya saja, mereka seperti "maju kena, mundur kena", ya akhirnya bertindak seperti tidak ada apa-apa. 

Hal ini karena mereka melihat orang yang sudah rajin pakai masker, rajin mencuci tangan, selalu menjaga jarak, pun juga tak sedikit yang terpapar virus. Ada bahkan pasien Covid-19  yang mengaku berdiam diri saja di rumah, sehingga bingung kok bisa terpapar.

Lalu, sosialisasi yang terlalu sering, juga membuat masyarakat jadi tidak lagi memperhatikan. Apalagi sekarang kampanye yang gencar digaungkan dimulai dengan kalimat: "ingat pesan ibu", seolah-olah pesan yang sok akrab. 

Padahal, justru ibu-ibu mereka banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Jadi, ibu yang mana yang berpesan? Mungkin ibu pertiwi. Bukankah yang sering berpesan itu bapak-bapak pejabat. Celakanya, sudah tak terhitung pula jumlah pejabat yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Banyak pejabat yang sembuh lagi dan memang sebelumnya digolongkan sebagai orang tanpa gejala (OTG) yang hanya memerlukan isolasi secara mandiri. Namun, sejumlah pejabat akhirnya menjemput ajal yang dimakamkan sesuai prosedur pemakaman jenazah Covid-19.

Jadi, diakui atau tidak, tampaknya tidak hanya masyarakat yang lelah, pemerintah pun mungkin juga lelah. Grafik penambahan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 setiap harinya masih pada tahap menanjak, tidak tahu kapan akan turun. Tapi, kalau kita menyerah kalah melawan pandemi, situasinya akan jauh lebih parah

Nah, kembali ke soal vaksin, berdasarkan uraian di atas, sangat wajar menjadi tumpuan terakhir untuk memenangi pertempuran melawan Covid-19. Sayangnya, tentang masalah gratis atau berbayar yang telah dipertanyakan di atas, ternyata nantinya ada dua kelompok vaksin. 

Kelompok pertama, bersifat gratis untuk tenaga kesehatan, pelayan jasa publik, dan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (Kompas, 10/12/2020). Artinya, bagi yang lain, mau tak mau harus membeli vaksin yang masih belum ditetapkan harganya. 

Masalahnya, jika terkandung niat pemerintah untuk mengkomersilkan vaksin, sungguh tidak tepat momennya. Membisniskan vaksin ketika masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi, berpotensi memperparah keadaan, karena sebagian tidak akan mampu membelinya. Semoga tidak demikian adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun