Ibu saya seorang pendongeng yang baik, makanya saya mengenal kisah si kancil mencuri mentimun, ya, dari ibu saya. Begitu pula cerita rakyat seperti Malin Kundang, cukup membekas di hati saya, sehingga saya bertekad untuk menghormati orang tua selamanya, takut dikutuk jadi batu.
Saya tidak begitu paham, cerita rakyat seperti Malin Kundang itu termasuk dongeng atau tidak? Tapi setelah dewasa saya yakin kisah tersebut tidak betul-betul terjadi, meskipun di kawasan Pantai Air Manis di Kota Padang, ada jejak seperti perahu terbalik yang jadi batu. Tapi, substansi cerita itu, merupakan pesan yang sangat berharga.
Ketika saya sudah bisa membaca, masa kecil saya dihiasi oleh komik-komik H.C. Andersen edisi terjemahan. Bukan saya yang membeli, karena orang tua saya tidak punya cukup uang buat membeli komik. Tapi, ada sepupu saya yang dibelikan orang tuanya. Sepupu ini malah tidak suka membaca, akhirnya saya yang melahap.
Demikian pula dengan majalah anak-anak Si Kuncung, yang sampai dekade 1970-an sangat terkenal. Adik perempuan ayah saya yang jadi guru SD, sering membawa majalah itu ke rumah, dan lagi-lagi saya lahap dengan asyik.
Kembali ke ibu saya, keahliannya yang sangat bagus menurut saya bukan hanya mendongeng, tapi juga menceritakan kisah para Nabi dan Rasul. Itulah yang sering dilakukan ibu saya menjelang saya dan kakak saya tidur.
Yang masih saya ingat hingga sekarang, tidaklah banyak, satu di antaranya adalah kisah Nabi Yusuf, yang banyak mengandung hikmah, bahkan relevan untuk masa pandemi saat ini. Nabi Yusuf sangat menderita di waktu kecil karena dicemburui saudara-saudaranya. Suatu kali, dengan dalih mengajaknya pergi menggembala, Nabi Yusuf dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya.
Kepada ayahnya, Nabi Yakub, saudara-saudaranya menyampaikan bahwa Nabi Yusuf telah tewas dimakan serigala. Nabi Yakub sangat berduka, sehingga terus-terusan menangis sampai matanya buta. Namun, berkat pertolongan Allah, Nabi Yusuf diselamatkan oleh rombongan kafilah yang sedang dalam perjalanan ke Mesir dan melewati sumur tempat nabi dibuang.
Kafilah itu tadinya mau mengambil air, tapi yang akhirnya mereka dapatkan seorang anak yang tampan. Yusuf dibawa ke Mesir dan dijual sebagai budak. Kemudian, Yusuf jadi pelayan di rumah Raja Mesir. Beberapa tahun setelah itu, Yusuf jadi seorang pemuda yang sangat tampan, sehingga membuat istri raja, Zulaikha, sangat tertarik dan ingin menggoda Yusuf.
Yusuf tidak melayani godaan Zulaikha yang membuat Zulaikha kesal dan memfithah Yusuf. Alhasil, Yusuf dimasukkan dalam penjara, yang diterimanya dengan penuh kesabaran.
Suatu hari Raja Mesir bermimpi melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi kurus. Juga ada 7 bulir gandum yang hijau dan 7 bulir gandum yang kering. Sayangnya, tak seorang pun para ahli nujum yang bisa menafsirkan mimpi sang raja.
Kemudian, seorang budak teman satu sel Yusuf saat di penjara, mengatakan bahwa Yusuf pandai menafsirakan mimpi. Hal ini didengar oleh raja dan meminta Yusuf untuk menafsirkan mimpinya.
Menurut Nabi Yusuf, Mesir akan mengalami 7 kali masa subur dan 7 kali masa paceklik. Raja disarankan menyimpan makanan saat masa subur untuk dimakan pada masa paceklik. Raja senang mendengar penjelasan Yusuf dan memerintahkan mengeluarkan Yusuf dari penjara.
Ketika kemudian mimpi tersebut menjadi kenyataan, Yusuf ditunjuk raja untuk mengelola logistik. Lalu datanglah masa kemarau panjang, saudara-saudara Yusuf pun terkena dampaknya dan datang ke Mesir untuk meminta bantuan pangan.
Saat saudaranya datang, Nabi Yusuf bisa mengenalnya, tapi saudaranya tidak mengenal. Nabi Yusuf meminta agar bila saudaranya meminta bantuan lagi, harus membawa adik bungsunya Bunyamin, agar dapat diberikan bantuan. Ini hanya semacam trik yang oleh Nabi Yusuf pada karung Bunyamin dimasukkan sebuah piala emas.
Akibatnya, Bunyamin ditahan oleh petugas dan tidak boleh pulang kampung. Tentu saja Nabi Yakub makin bersedih, setelah kehilangan Yusuf juga kehilangan Bunyamin. Kemudian saudaranya datang lagi, memohon Bunyamin dibebaskan karena tidak tega dengan ayahnya. Nabi Yusuf malah meminta sang ayah untuk dibawa sekalian.
Akhirnya, ketika Nabi Yakub datang, Nabi Yusuf pun membuka identitasnya. Sang ayah berserta saudara-saudaranya diajak tinggal di Mesir dan mereka hidup dengan rukun dan bahagia.
Jelaslah bahwa dari kisah Nabi Yusuf di atas, salah satu hikmah penting adalah betapa vitalnya masalah ketahanan pangan bagi suatu negara. Apalagi saat terjadi bencana tak terduga seperti pandemi Covid-19 sekarang. Hikmah lain yang pantas kita teladani, Nabi Yusuf adalah seorang yang pemaaf dan sangat mencintai keluarga.Â
Kembali ke cerita ibu saya, beliau sangat pintar bercerita, sehingga membuat imajinasi saya berkembang dan saya hanyut dalam kisah yang diceritakannya. Sayangnya, saya dan istri saya tidak bisa meniru ibu saya. Jadi, anak-anak saya hanya sesekali mendapatkan dongeng dari ibunya, tapi bukan kisah para nabi dan rasul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H