Maka, boleh disebutkan bahwa menjadi guru, meskipun berstatus GH, sudah jadi panggilan jiwa. Sayangnya, panggilan jiwa bila tidak diikuti dengan "panggilan perut" dalam arti terpenuhinya kebutuhan para GH untuk biaya kehidupan sehari-hari, walaupun dengan standar minimal, seperti adanya pembiaran atau menelantarkan nasib GH oleh pemerintah dan pihak lain yang terkait.
Memang, para GH kebanyakan orang-orang yang patuh, tidak mau ribut-ribut melakukan protes atau unjuk rasa. Sayangnya, pemerintah mungkin salah mengartikan sikap nrimo para GH. Akhirnya, karena sudah terlalu sering didiamkan, sekarang sudah mulai mucul aksi unjuk rasa para GH di beberapa tempat.
Untunglah, sekarang muncul berita bagus yang mudah-mudahan betul-betul bisa direalisir, bukan sekadar PHP (pemberi harapan palsu). Media massa sudah banyak menulis bahwa pada tahun depan akan dilakukan seleksi massal GH menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
PPPK memang kedudukannya di bawah pegawai negeri sipil (PNS), tapi posisinya secara hukum sudah lumayan bagus, karena termasuk sebagai aparatur sipil negara (ASN). Artinya, ASN terdiri dari dua kelompok besar, PNS dan PPPK. PNS mendapatkan hak pensiun, sedangkan PPPK tidak mendapatkannya, sehingga harus pintar-pintar mengelola penghasilannya, agar sebagian bisa disimpan.
Panggilan jiwa yang telah ditunjukkan para GH, tak cukup hanya dihibur dengan memberikan gelar pahlawan tanpa tanda jasa, tapi harus diimbangi dengan memenuhi panggilan perut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H