Ketujuh, mengidap kecanduan  yang parah. Ini seperti yang dialami oleh salah seorang cucu saya, yang bisa sangat emosi, sampai mengamuk, bila tidak diberikan gawai oleh ibunya. Bila sudah pegang gawai, bisa anteng saja sampai berjam-jam, tidak ingat makan dan minum.Â
Kedelapan, pikun digital, maksudnya anak-anak tidak bisa fokus dan susah memusatkan perhatian atau kurang konsentrasi dalam belajar. Kesembilan, terkena radiasi emisi yang nantinya bisa berlanjut menderita penyakit yang serius seperti kanker. Kesepuluh, teknologi membuat segalanya menjadi mudah sehingga otak anak tidak terasah, anak cenderung mencari jalan pintas.
Masalahnya, ketika anak terlihat asyik dengan gawainya, sebagian orang tua merasa terbantu karena tidak teraganggu untuk melakukan aktivitasnya. Apalagi bila kedua orangtuanya bekerja mencari nafkah. Yang lebih parah, ada orang tua yang bangga anaknya kecanduan gawai, merasa anaknya lebih trampil menggunakan teknologi canggih. Bahkan si cucu yang mengajarkan kakek neneknya menggunakan gawai.
Para orang tua seharusnya merasa masa depan anak-anaknya terancam kalau terus-terusan bermain gawai tanpa terkontrol, karena ini sudah tahap lampu merah, bukan lampu kuning lagi. Jalan keluarnya tak bisa lain, karena anak-anak adalah peniru yang baik, maka orang tua sendiri yang harus sering berpuasa gawai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H