Maka, kegiatan apapun, banyak yang berlangsung dari rumah, termasuk bekerja dan belajar. Berbelanja pun juga dari rumah. Klop bukan dengan pola perdagangan daring yang digencarkan dengan berbagai promosi dalam rangka harbolnas di atas?
Masalahnya, pandemi telah berdampak sangat besar bagi penurunan berbagai indikator perekonomian nasional. Sedikitnya, 4 juta pekerja, sebagian media menyebut 6 juta pekerja, telah terkena PHK massal gara-gara perusahaan tempat mereka bekerja tak mampu lagi secara keuangan.
Daya beli masyarakat pun anjlok tajam dan secara nasional pertumbuhan ekonomi kita sudah negatif pada dua kuartal terakhir. Artinya, Indonesia sudah memasuki masa resesi ekonomi.
Pertanyaannya, apakah harbolnas kali ini masih cukup nendang? Jangan-jangan banyak warga yang asyik berselancar di dunia maya melihat-lihat barang yang mau dibeli, tapi akhirnya tidak membeli apa-apa, sekadar cuci mata saja. Orang yang seperti ini, bukankah gertabol namanya?
Gertabol atau tidak, akan terlihat dari data yang akan ditunjukkan berbagai pelaku e-commerce atau mereka yang menjual produknya lewat aplikasi tertentu. Bila omzetnya tidak berbeda jauh dari tahun lalu, artinya perekonomian kita yang katanya resesi itu, tidak separah yang diperkirakan.
Namun, bila terjadi penurunan omzet, akan merupakan pukulan tersendiri bagi dunia bisnis. Perlu langkah terobosan lain, baik dari pemerintah melalui program stimulus ekonominya, maupun dari pihak swasta, untuk menjadikan roda perekonomian berputar normal lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H