Jangan dikira gampang mengelola sebuah perusahaan negara atau yang biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terlalu banyak kepentingan yang harus diperhatikan dan terlalu banyak pula pihak yang menyorot.
Sebagai perusahaan, tentu kepentingan bisnis dalam mencari keuntungan, menjadi hal penting bagi BUMN. Tapi dukungan terhadap program pemerintah serta manfaatnya bagi masyarakat, menjadi hal yang tak kalah penting.
Di lain pihak, terlalu banyak yang memelototi BUMN, bukan saja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor negara, tapi juga Kementerian BUMN serta kementerian lainnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi BUMN sektor keuangan atau sektor lainnya yang sudah go public.
Tak ketinggalan pula para pengamat, lembaga penelitian, atau sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang rajin "memata-matai" BUMN dan menyampaikan catatan kritis yang dipublikasikan melalui media massa.
Namun demikian, BUMN tetap menjadi magnet. Tidak saja kader internal di masing-masing BUMN yang bernafsu untuk menjadi anggota direksi dan komisaris. Para profesional, akademisi, petinggi partai politik dan relawan pendukung Jokowi-Ma'ruf, juga tak sedikit yang tertarik berkarier di BUMN.
Jumlah BUMN saat ini lumayan banyak, 142 perusahaan. Sebagian berstatus Perusahaan Umum (Perum) dan sebagian lagi berbentuk Perseroan Terbatas (PT). BUMN berbentuk PT yang kinerjanya lebih baik, sebagian berhasil naik status menjadi perusahaan terbuka (dengan mencantumkan singkatan Tbk. setelah menuliskan nama perusahaan) yang berarti sebagian sahamnya diperdagangkan di bursa saham.
Apa saja tugas BUMN berupa perum dan yang berupa PT, tentu harus dilihat pada Undang-Undang (UU) yang melandasinya. Namun, secara umum, perum selain mencari keuntungan, lebih banyak menerima penugasan pemerintah dalam rangka melayani masyarakat, seperti yang dilakukan Perum Bulog dalam pengadaan pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat banyak.
Sedangkan BUMN berbentuk PT, tak berbeda dengan perusahaan yang dimiliki swasta, yakni tujuan utamanya mencari keuntungan, meskipun tidak melupakan tanggung jawab sosialnya. Jadi, logikanya, intervensi pemerintah harus berada pada level yang minim pada PT BUMN, namun boleh agak mendalam terhadap Perum BUMN.
Tapi, mengamati perkembangan akhir-akhir ini, terutama sejak pandemi Covid-19 melanda negara kita, tanpa membedakan perum atau PT, tampaknya BUMN telah mendapat penugasan khusus dari pemerintah. Penugasan dimaksud bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Sebagai contoh, Pertamina, PLN (keduanya PT) dan Perum Bulog, sejak sebelum pandemi sebetulnya sudah diminta tidak menaikkan tarif BBM, tarif listrik, dan harga eceran beras. Tentu saja perolehan keuntungan ketiga perusahaan tersebut menjadi berkurang, bahkan merugi, walaupun pemerintah menyuntikkan kompensasi.
Bank-bank BUMN, merupakan contoh BUMN yang tergolong sehat. Keempat bank BUMN yang ada, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri, semuanya telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka statusnya sudah menjadi perusahaan terbuka.
Namun demikian, keempat bank tersebut selalu siap menerima penugasan khusus dari pemerintah, seperti menjadi penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berbunga sangat rendah karena tujuannya adalah membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hanya saja, bagi bank seperti BRI yang dari dulu sudah punya akar kuat di daerah pelosok karena punya jaringan kantor ke semua kecamatan di seluruh tanah air, mendapat penugasan sebagai penyalur KUR, sebetulnya kurang menguntungkan secara bisnis.
Soalnya, BRI sudah berkibar dengan produk Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) dengan suku bunga sesuai pasar dan tidak disubsidi seperti KUR. Maka, sejak KUR dikenal luas, di BRI terjadi "kanibalisme" dalam arti banyak nasabah Kupedes (yang lebih menguntungkan bagi BRI) minta dikonversi menjadi nasabah KUR.
Tentu saja BRI tidak bisa menolak keinginan nasabah, karena pemerintah sendiri memang menargetkan penyaluran KUR yang besar. Kalau permohonan nasabah ditolak, nasabah akan lari ke bank BUMN lain yang juga menyalurkan KUR.
Coba pula perhatikan perusahaan pelayaran Pelni yang juga sering mengalami kerugian. Namun demikian, Pelni sangat berjasa, karena tanpa Pelni, betapa sulitnya masyarakat di berbagai kepulauan di Indonesia Timur untuk bepergian ke pulau lain. Apalagi sekarang pemerintah mempunyai program tol laut, di mana Pelni juga memainkan peranan yang besar.
Jadi, membicarakan kerugian yang dialami BUMN, tak bisa dipukul rata. Tentu kasus pahit yang menimpa perusahaan asuransi Jiwasraya yang menderita kerugian amat besar karena korupsi, menjadi hal yang perlu mendapat perhatian ekstra, agar tidak menular ke BUMN lain.
Jangan pula ada BUMN yang mumpung diberi penugasan khusus, lalu memunculkan "kreativitas" oknum yang bermain memanfaatkan kesempatan. Karena si oknum berpikir, toh perusahaannya bakal rugi juga, kenapa ia tidak ikut menikmati secara pribadi? Kalau ada yang seperti ini, harusnya tanpa ampun dijatuhi hukuman yang berat.
Namun, sepanjang sebuah BUMN telah bekerja secara profesional dan menerapkan tata kelola yang baik, lalu merugi karena penugasan khusus atau karena mendukung program pemerintah, mohon pula agar masyarakat atau para pengamat yang biasanya kritis, dapat memaklumi.Â
Maka, mengantisipasi tutup tahun 2020 ini, jangan kaget bila banyak BUMN yang mengalami penurunan kinerja keuangan, bahkan bisa menderita kerugian. Diperlukan kecermatan dalam menganalisis kondisi tersebut, mengingat reaksi tajam sejumlah pihak atas kerugian Pertamina pada semester pertama tahun ini.
Perlu dipilah, mana BUMN yang rugi karena mendapat penugasan khusus dari pemerintah, mana yang beraroma korupsi atau bentuk penyelewengan lainnya, dan mana yang mencerminkan ketidakmampuan pengurus perusahaan dalam memutar roda bisnis. Tentu juga ada yang rugi karena kondisi resesi, bila banyak perusahaan sejenis lainnya mengalami hal yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H