Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis di Kompasiana, Disemprot Bos dan Cemasnya Teman Jika Kisahnya Ditulis

22 Oktober 2020   10:10 Diperbarui: 22 Oktober 2020   13:51 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat kuliah di awal dekade 1980-an, saya lumayan aktif menulis di koran lokal, Haluan, yang terbit di Padang, Sumbar. Berikutnya, setelah hijrah menjadi warga ibu kota, di sela-sela kesibukan sebagai staf baru di sebuah BUMN, tulisan saya masih nongol sesekali di media cetak nasional, termasuk di media paling bergengsi, Kompas.

Tapi seiring dengan naiknya jabatan di kantor, sejak 1996, terhenti pula aktivitas saya dalam tulis menulis. 17 tahun kemudian, seorang adik saya beberapa kali mengirimkan link tulisannya di Kompasiana  melalui grup percakapan di media sosial. Saya ditantang oleh sang adik untuk membuka akun di Kompasiana dan aktif lagi menulis.

Begitulah, pada 27 November 2013 saya mulai bergabung di Kompasiana, artinya sudah hampir 7 tahun hingga sekarang. Tak ada rasa jenuh, bahkan semakin jatuh cinta. Seperti yang saya tulis pada profil saya, "menulis untuk menikmati kehidupan", memang itulah yang saya rasakan.

Bagi saya pribadi, banyak keuntungan yang telah saya petik. Popularitas dan k-reward, bukan menjadi hal utama, meskipun tak dapat disangkal, itu juga termasuk keuntungan. Kepuasan batin karena membuat saya selalu belajar serta membagikannya, lalu berinteraksi dengan sesama kompasianer, itulah yang membuat saya kecanduan menulis.

Ada banyak sekali kompasianer yang tulisan-tulisannya selalu saya tunggu. Saya sengaja tidak menuliskan nama tertentu, karena saking banyaknya. Itulah keuntungan lain bagi saya dalam berkompasiana. Tidak sekadar menulis, namun juga mendapat manfaat dan inspirasi dari banyak tulisan kompasianer.

Saya tak ingin mengelaborasi lagi soal keuntungan menulis, karena kali ini saya lebih fokus mengangkat dampak negatif dari tulisan saya. Begini, konon katanya, penulis yang memilih bidang tertentu sebagai spesialisasinya, akan lebih berhasil. Saya sepenuhnya setuju.

Namun, karena saya menulis untuk menikmati kehidupan, alias hanya untuk hepi-hepi, maka apa yang terlintas di pikiran saya, akan menjadi bahan tulisan. Boleh dikatakan saya jarang mencari ide. Yang ada malah saya kewalahan menampung ide, karena begitu banyak yang berkelabat di kepala saya. Bisa dari kehidupan saya sehari-hari, pengalaman teman, atau dari yang saya baca dan tonton.

Sebagai orang yang lama berkarier di divisi akuntansi sebuah BUMN, tentu saya mengetahui laporan keuangan perusahaan tempat saya bekerja dan juga laporan keuangan peruahaan pesaing yang saya lacak dari berbagai sumber. 

Maka, tak terelakkan lagi, adakalanya tulisan saya berkitan dengan kinerja sektor tertentu (perusahaan tempat saya bekerja adalah bagian dari itu), dibaca sebagai kritik oleh bos saya, bahkan sekaligus juga dianggap memuji perusahaan pesaing.

Seingat saya ada dua kali saya dipanggil ke ruangan bos dan diceramahi tentang apa yang beliau lakukan. Pada intinya saya diminta untuk tidak menuliskan hal yang beraroma negatif, meskipun itu fakta, tapi harus dibungkus sehingga terlihat oleh masyarakat menjadi lebih baik.

Kemudian ada sekali lagi yang saya tidak dipanggil, tapi teman-teman saya sudah heboh mengatakan bahwa bos marah-marah membaca tulisan saya. Padahal tulisan yang mengangkat topik ketidakserasian hubungan antar direksi dan komisaris itu telah saya samarkan nama perusahaannya dan tujuan saya semata-mata sebagai masukan bagi Kementerian BUMN, di samping berbagi pengetahuan bagi pembaca yang tertarik.

Akhirnya saya terdepak dari posisi saya, yang tetap saya syukuri, karena saya yakin segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Kemudian, sesuai dugaan saya, direksi akhirnya banyak yang diganti, meskipun baru beberapa bulan menjabat. O ya, soal saya terdepak, belum tentu gara-gara tulisan di atas, bisa juga sebagai faktor kebetulan semata.

Baik, saya lanjut ke soal lain, saya juga sering menuliskan kisah yang saya alami sendiri, yang dialami saudara dan famili saya, serta yang dialami oleh teman-teman saya. Masalahnya, saya tidak hanya menulis pengalaman yang baik (yang mendapat pujian dari orang yang ditulis), tapi juga pengalaman yang kurang baik, dengan maksud sebagai pelajaran bagi saya sendiri dan pembaca.

Suatu kali, ketika pasien terkonfirmasi positif Covid-19 belum banyak, seorang keponakan saya yang menjadi dokter dirawat di rumah sakit karena mengalami gejala mirip terkena Covid-19. Hal ini saya tulis, yang berakibat dua orang kakak saya kecewa, kenapa harus ditulis sehingga dibaca banyak orang. Terpaksa saya jelaskan maksud baik saya, dan alhamdulillah setelah diisolasi, sang keponakan ternyata tidak terpapar.

Pengalaman saya di kantor dalam berinteraksi dengan atasan, teman yang satu level jabatannya, dan dengan mereka yang secara struktur organisasi berada di bawah saya, tak luput jadi bahan tulisan saya. Baik pengalaman yang menggembirakan, maupun yang menyedihkan. Maksudnya bukan semata-mata sebagai catatan harian, tapi mudah-mudahan ada manfaatnya bagi pembaca.

Kisah-kisah asmara dan rumah tangga teman-teman saya, sering pula menjadi objek tulisan saya. Soalnya itulah yang terlintas di kepala saya, dan sesuai dengan kebiasaan saya, apa yang terpikirkan, hajar saja, langsung ditulis. Nanti sebelum ditayangkan, baru saya edit, dengan tujuan untuk menyamarkan identitas si teman, sehingga tidak tertebak siapa yang saya maksud.

Adakalanya teman saya tersebut tinggal di Jakarta, tapi dalam tulisan saya sebut tinggal di Surabaya. Atau si teman sebetulnya teman sekolah saya dulu, tapi saya tulis seolah-olah teman kuliah. Begitulah cara saya menyamarkannya. Namun demikian, tetap saja ada pesan masuk dari teman ke gawai saya, yang bertanya apakah yang diceritakan itu si A ?

Saya selalu menjawab, tak penting siapa orangnya, karena yang saya inginkan adalah pelajaran bagi siapapun yang membaca untuk tidak mengulangi hal yang jelek yang dicontohkan pada tulisan saya. Bahkan, saya sering menutup sebuah tulisan dengan memaparkan apa yang sebaiknya dilakukan agar peristiwa buruk tidak terulang. Jelas, saya tak punya niat memojokkan seseorang.

Akibatnya, kalau saya lagi ngumpul-ngumpul bersama famili atau teman, setelah terlibat obrolan menarik, sering ada yang nyelutuk yang diarahkan ke saya. "Tolong cerita ini tidak ditulis ya,", ujar teman saya yang cemas kalau kisahnya ditulis. Ya, saya paham dengan kecemasan itu.

Namun demikian, saya tidak menyerah begitu saja. Jika saya merasa kisahnya bermanfaat bagi pembaca, akan tetap saya tulis, tapi dengan berbagai modifikasi, sehingga dugaan saya, semakin sulit bagi teman-teman saya untuk menebak siapa orang yang saya maksud dalam tulisan.

Demikianlah sekelumit suka duka saya sebagai penulis generalis (karena saya tak punya bidang tertentu sebagai spesialis) di Kompasiana. Jujur, saya sangat menikmati dalam berkompasiana tanpa merasa dibebani apa-apa. Saya tidak berperetensi ingin dianggap pakar dan juga tidak bertujuan untuk meraih sesuatu penghargaan.

Saling berinteraksi dengan sesama kompasianer, juga menjadi hal yang sangat berarti. Banyak pelajaran baru yang saya dapat. Tentu juga berbagai event yang diselenggarakan pengelola Kompasiana (sebagian bisa saya ikuti, sebagian lagi tidak bisa), membuat saya merasa nyaman di rumah besar ini. Terasa sekali suasana keakraban dan persaudaraan sesama kompasianer, dan antar kompasianer dengan pengelola.

Selamat ulang tahun yang ke-12 Kompasiana. Hormat yang setinggi-tingginya untuk pimpinan dan pengelola, juga segenap personil yang ada di belakang layar Kompasiana. Terima kasih banyak bagi teman-teman kompasianer yang setia berbagi pengetahuan dan pengalaman. Maju terus Kompasiana, jayalah selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun