Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hikmah Pandemi, Berkembangnya Ekonomi Digital dan Gig Economy

23 Oktober 2020   06:37 Diperbarui: 23 Oktober 2020   11:41 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu ada hikmah di balik setiap bencana. Seperti pada bencana pandemi Covid-19 sekarang ini, dengan sangat terbatasnya pergerakan manusia dan juga pergerakan barang, telah memacu perkembangan ekonomi digital dan gig economy menjadi lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Ekonomi digital adalah kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi informasi dan jaringannya sebagai faktor utama dalam menunjang produksi barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.

Sedangkan gig economy adalah suatu kondisi perekonomian di mana status pekerja mengalami pergeseran dari yang bersifat permanen menjadi pekerja kontrak atau pekerja tidak tetap. 

dok. digination.id
dok. digination.id
Tentu saja kedua hal itu saling berkaitan. Karena berkembangnya ekonomi digital telah memangkas kebutuhan perusahaan akan tenaga kerja tetapnya. Lagipula banyak jenis pekerjaan baru yang bersifat independen yang berkembang pesat sejak jaringan internet semakin gampang diakses di mana-mana.

Tapi, jangan buru-buru menyamakan pekerja kontrak yang dimaksud di atas, sama dengan yang sekarang diprotes oleh kalangan pekerja setelah RUU Cipta Kerja disahkan. 

Pekerja kontrak yang diprotes sebetulnya bersifat permanen tapi dipenggal-penggal untuk jangka pendek seperti pekerja pabrik, tenaga keamanan, pengemudi mobil kantor, sales promotion girl, operator call center, cleaning service, office boy, dan sebagainya.

Adapun pekerja tidak tetap versi gig economy adalah pekerja independen yang dikontrak per proyek seperti berbagai profesi baru yang berkaitan dengan berita, foto, video, atau hal lain yang bertebaran di dunia maya. Dulu lebih lazim disebut dengan freelancer atau pekerja lepas.

Ekonomi digital mengutamakan kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan dari suatu pelayanan. Sedangkan kata kunci pada gig economy adalah kreativitas, yang mampu melahirkan ide-ide segar yang out of the box.

Tentang ekonomi digital, sebetulnya jual beli melalui e-commerce dan transaksinya diselesaikan melalui e-banking, e-wallet, atau e-money, jauh sebelum pandemi sudah mulai terlihat digandrungi oleh generasi milenial. 

Namun, dengan terjadinya pandemi, maka perkembangan ekonomi digital tumbuh jauh lebih pesat dari yang diperkirakan semula. Mereka yang dulunya gaptek pun mulai terbiasa dan akhirnya merasa nyaman melakukan aktivitas ekonomi secara digital.

Demikian pula tentang gig economy, jauh sebelum pandemi, dengan berkembangnya penyedia aplikasi multipurpose seperti Gojek dan Grab, banyak sudah terserap tenaga kerja yang bebas mau masuk pukul berapa dan juga waktu selesainya bekerja. Bahkan, kalau lagi malas, tak masalah kalau tidak bekerja. Tentu dengan konsekuensi tidak ada pemasukan.

Itulah yang terjadi pada pengendara kendaraan roda dua atau roda empat yang dengan aplikasi di atas menerima pesanan dari pelanggan dan mengantarkannya ke tempat tujuan. Semua pengendara itu bukan pekerja tetap Gojek atau Grab. Demikian pula kendaraan yang digunakan, bukan milik penyedia aplikasi tersebut.

Seperti disinggung di atas, kreativitas menjadi kata kunci dalam pengembangan gig economy. Makanya, kalau kita teliti fitur-fitur yang terdapat pada berbagai aplikasi, selalu saja ada yang baru, baik sebagai penyempurnaan dari fitur yang ada sebelumnya, maupun yang betul-betul baru. 

Ibaratnya, seseorang dengan duduk manis saja atau sambil rebahan, apa yang dibutuhkannya datang sendiri. Sangat klop dengan kondisi yang mau tak mau harus dijalani, yakni semua orang diharapkan berdiam diri di rumah dalam rangka pembatasan sosial untuk mengendalikan pandemi Covid-19.

Memang, dilihat dari sisi pekerja yang terlibat, dengan status tidak tetap, tentu ada kerugiannya, antara lain tidak mendapatkan pesangon, asuransi kesehatan, uang pensiun bulanan waktu sudah pensiun, tunjangan hari raya, dan sebagainya.

Namun demikian, ada keuntungan lain, yakni kemudahan untuk cepat berpindah tempat kerja menyambar berbagai peluang atau menciptakan peluang. Bagi pekerja tetap, jika ingin pindah perusahaan tempat bekerja, ada prosedur yang harus dilalui. Terkadang dengan membayar sejumlah uang ke perusahaan karena perusahaan telah membiayainya mengikuti berbagai pelatihan.

Kembali ke persoalan UU Cipta Kerja, tentu kita menghargai aspirasi para pengunjuk rasa, khususnya para buruh yang merasa dirugikan karena diprediksi akan semakin merajalelanya manajemen perusahaan memberlakukan sistem kontrak.

Namun demikian, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap perjuangan kaum pekerja, perlu dicamkan bahwa perkembangan zaman memang mengarah kepada sistem pekerjaan yang bersifat independen dan tidak terikat secara jangka panjang. Itulah yang tadi disebut dengan gig economy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun