Baru 5 menit istri saya beraksi, telah terlihat hasilnya. Ternyata rayap yang menyerang sudah pada tahap parah. Mau tak mau saya turun tangan, bahu membahu dengan istri selama tiga-empat jam. Itupun baru berhasil sekadar memisahkan mana buku yang masih bisa diselamatkan, dan mana yang harus dibuang.
Bayangkan, ada beberapa buku setebal sekitar 500-600 halaman, bolong-bolong semua halamannya, ada pula yang hancur jadi bubuk begitu diangkat. Rupanya binatang kecil itu, bila sudah berkelompok menjadi koloni, kekuatannya menghancurkan "gudang ilmu" demikian luar biasa.
Sebetulnya saya sangat sedih, karena beberapa buku yang dimakan rayap adalah buku yang ingin saya buca ulang lagi seperti novel karya Pramoedya Ananta Toer. Buku agama yang sering menjadi rujukan saya juga habis dimakan rayap. Namun demikian, saya merasa bersyukur, kalau saja saya menunda lebih lama lagi, alamat gudang ilmu yang saya miliki betul-betul akan hancur total.
Dugaan saya, koloni rayap akan menyerang bila lemari sering dalam kondisi lembab. Lagipula, saya menyusun buku dengan penuh sesak dan tak ada udara yang masuk karena tertutup kaca. Kelalaian saya, saya malas mengecek dan membersihkan buku, sesuatu yang sifatnya mutlak bagi yang hobi membaca buku seperti saya.
Setelah saya cek pada beberapa referensi di dunia maya, rupanya jika lemari menempel di tembok, akan memancing hewan pemakan kayu itu menyusuri tembok agar bisa mendapatkan selulosa dari kayu. Bayangkan, bila kayu tersebut menempel, betapa mudahnya rayap memangsa kayu dan akhirnya memangsa buku-buku yang tersusun dalam lemari kayu.
Demikian saja, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca, agar tidak mengalami kejadian yang tidak diharapkan seperti yang saya alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H