Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Jadi Orang Kantoran Bukan Lagi Impian

2 Oktober 2020   19:45 Diperbarui: 3 Oktober 2020   04:56 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kerja bersama hewan kesayangan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Saya mengakui, jika memberikan pandangan kepada orang lain, saya relatif lancar menjelaskan betapa prospektifnya bila berwirausaha, seperti memulai bisnis dari skala kecil, karena latar belakang pendidikan saya adalah fakultas ekonomi dan sering mengikuti berita bisnis di media massa.

Industri kreatif juga menjadi bagian dari wirausaha yang sering pula saya sarankan kepada orang-orang yang saya nilai punya bakat. Bahkan, tulisan saya di Kompasiana, beberapa di antaranya berupa tip dalam membangun wirausaha, termasuk juga industri kreatif.

Tapi, mampu menceramahkannya atau menuliskannya, bukan berarti otomatis mampu melakukannya. Begitulah, kalau saya misalnya mau memulai usaha sendiri, saya akan gelagapan, meskipun paham secara teoritis. Mungkin karena itu juga, ketika ketiga anak saya memperlihatkan kemauannya berusaha sendiri, saya yang seharusnya senang, malah cemas.

Padahal, bila berbicara dengan pendekatan ilmu ekonomi, justru para lulusan perguruan tinggi sebaiknya didorong untuk berwirausaha yang jika berhasil akan menciptakan lapangan kerja. Bukannya berbondong-bondong melamar menjadi orang kantoran, yang jika tidak lolos seleksi, malah menambah panjang daftar pengangguran.

Masalahnya, orang-orang dari generasi lama seperti saya, terlanjur punya gambaran menjadi orang kantoran, baik pegawai negeri, karyawan BUMN atau swasta yang sudah punya nama, lebih terjamin hidupnya. Bahkan, saat pensiun pun akan menerima uang pensiun bulanan.

Akhirnya, puisi Khalil Gibran juga yang saya resapi untuk menenangkan pikiran dan ikhlas mendukung seratus persen apa yang menjadi kemauan anak-anak saya. Soal apakah nanti akan jadi profesi  yang jadi sandaran hidupnya, biarlah waktu yang akan menjawabnya. 

Biarlah mereka melewati proses jatuh bangun, agar mampu melewati tantangan dalam menggapai impiannya, impian anak sekarang, yang berbeda dengan impian orang tua seperti saya. 

Makanya saya juga tidak banyak memberi arahan, selain dukungan dan menyediakan fasilitas semampunya. Tentu juga doa agar mereka berhasil.

Biarlah mereka menemukan jati dirinya, terlepas dari bayang-bayang pemikiran orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun