Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kita Belum "Insurance Minded", Gedung Kejagung Tidak Diasuransikan

15 September 2020   17:09 Diperbarui: 15 September 2020   17:15 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya dua buah berita kecil, tapi menarik perhatian saya, karena sama-sama berkaitan dengan kebakaran yang menghanguskan gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta Selatan, 22 Agustus 2020 lalu. Kedua berita tersebut terdapat di harian Kompas, 15 September 2020.

Berita pertama nyempil di halaman 2 bagian kiri bawah. Isinya, untuk membangun kembali gedung utama Kejagung, dibutuhkan biaya Rp 400 miliar sesuai usulan Kejaksaan Agung. Hal ini terungkap saat rapat antara Komisi III DPR dan Kejagung, Senin, 14 Sepetember 2020. Satu berita lagi, sebetulnya bukan berita, tapi surat pembaca, yang menyayangkan gedung Kejagung yang terbakar ternyata tidak diasuransikan.

Sekiranya gedung tersebut tidak buru-buru dibangun kembali, tentu akan mengganggu kelancaran tugas pokok Kejagung. Atas usulan tersebut di atas, Komisi III DPR tidak keberatan. Adapun berkaitan dengan penyelidikan penyebab kebakaran, masih belum tuntas dilakukan oleh pihak kepolisian, masih menunggu hasil analisis dari laboratorium forensik.

Tidak perlu kaget bila beredar spekulasi di masyarakat bahwa kebakaran itu mungkin berkaitan dengan beberapa peristiwa besar yang sedang ditangani Kejagung. Misalnya kasus korupsi di perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya, atau berkaitan dengan kasus Djoko Tjandra yang juga menyeret pejabat Kejagung sendiri, Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Mudah-mudahan saja pihak kepolisian segera mengumumkan hasil penyelidikannya, agar spekulasi yang berkembang bisa diakhiri. Kemudian soal pembangunan kembali gedung Kejagung, bisa jadi akan menuai kritik dari sejumlah pihak, karena dinilai memakan anggaran yang relatif besar.

Seandainya saja pihak Kejagung telah mengasuransikan gedungnya, tentu akan mendapat penggantian kembali atau lazim disebut dengan klaim, oleh pihak asuransi yang menjadi rekanan. 

Harus diakui, secara umum masyarakat kita masih belum insurance minded. Bahwa ada pengecualian  untuk kalangan tertentu, tidaklah menghilangkan kesan itu, bahwa kita belum begitu memahami arti penting asuransi. Kalah jauh dengan pemahaman masyarakat tentang pentingnya membuka rekening di bank.

Dapat kita bayangkan, bila pemerintah saja, dalam hal ini Kejagung sebagai contoh, tidak mengasuransikan asetnya berupa gedung, apalagi masyarakat umum, terutama kelas menengah ke bawah, belum tertarik mengasuransikan rumahnya, tokonya, atau gedung lain tempat mereka berusaha.

Tentu ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh asosiasi yang menaungi perusahaan asuransi, maupun masing-masing perusahaan asuransi. Yang dimaksudkan di sini adalah asuransi kerugian, yang didalamnya termasuk asuransi kebakaran. Adapun asuransi jiwa, asuransi kesehatan, maupun asuransi pendidikan, tampaknya sedikit lebih baik dibandingkan asuransi kerugian.

Memang, bisa jadi premi yang harus dibayarkan nasabah masih relatif mahal. Pihak asuransi sebaiknya melakukan berbagai penghematan dalam biaya operasionalnya, namun sambil lebih gencar melakukan sosialisasi, agar premi yang harus dibayar nasabah lebih rendah. Logikanya, bila nasabah yang dihimpun lebih banyak, premi per nasabah bisa diturunkan.

Selain itu, ada persepsi keliru dari sebagian masyarakat, bahwa ikut asuransi kebakaran tersebut merugikan. Soalnya, bila dalam jangka waktu yang diperjanjikan, tidak terjadi kebakaran, maka premi yang dibayarkan akan hilang begitu saja. 

Bahkan hal ini bisa memunculkan moral hazard antara nasabah yang nakal dan oknum perusahaan asuransi, dengan melakukan rekayasa, sehingga nasabah dapat pembayaran klaim dari pihak asuransi, yang sebagian disetor ke oknum perusahaan asuransi yang membantu.

Sebetulnya, bila sampai jangka waktu yang diperjanjikan, tidak terjadi kebakaran, nasabah tidak bisa dibilang mengalami kerugian karena premi yang dibayarkannya hangus. Bukankah itu menjadi ongkos kenyamanan yang dinikmatinya karena asetnya telah diasuransikan?

Paling tidak, ada tiga hal yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum menjatuhkan pilihannya menjadi nasabah salah satu perusahaan asuransi. 

Pertama, jangan tergiur dengan premi yang murah. Selidiki dulu reputasinya dan juga perizinannya dari otoritas yang berwenang. Bujuk rayu agen asuransi  perlu dicermati sebelum memutuskan untuk menjadi nasabahnya.

Kedua, cari informasi tentang poses pelayanan sebuah perusahaan asuransi dalam membayarkan klaim yang menjadi hak nasabah, tentu setelah asetnya mengalami musibah. Ada perusahaan asuransi yang demikian manis perilakunya saat menagih premi, namun berbalik jadi mempersulit saat nasabah mengajukan klaim.

Ketiga, nasabah harus membaca dengan teliti berkaitan dengan hak dan kewajiban nasabah, serta hak dan kewajiban perusahaan asuransi. Sekiranya kurang memahami, tak perlu sungkan bertanya kepada yang ahli, yang bukan mewakili perusahaan asuransi. Jangan asal tanda tangan saja.

Perlu diketahui, dalam perasuransian, ada pihak lain yang bertindak sebagai adviser bagi nasabah asuransi, yang disebut dengan broker asuransi. Pihak broker akan membantu memilihkan perusahaan asuransi yang bagus dan membantu nasabah dalam hal mengajukan klaim kepada pihak perusahaan asuransi.

Kembali ke gedung Kejagung, menurut pakar asuransi Irvan Rahardjo (katadata.co.id, 25/8/2020), pemerintah sudah punya target pada tahun 2023, semua gedung milik negara sebanyak 1.360 unit dengan nilai aset Rp 10,84 triliun, telah terproteksi asuransi. Saat ini baru semua gedung milik Kementerian Keuangan yang telah diasuransikan.

Kesimpulannya, peluang bagi perusahaan asuransi masih terbuka lebar, namun terlebih dahulu perlu meningkatkan pemahaman masyarakat, termasuk pemerintah, agar lebih insurance minded.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun