Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Said Didu: Setelah Bagi-bagi Komisaris, Bagi-bagi Staf Ahli?

8 September 2020   17:45 Diperbarui: 8 September 2020   18:32 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Said Didu (viva.co.id)

Heboh soal keberadaan staf ahli direksi di perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengemuka baru-baru ini. Adalah seorang Said Didu yang pernah menjadi pejabat tinggi di Kementerian BUMN dan sekarang memilih menjadi "vokalis" yang sering melontarkan kritik kepada pemerintah, yang memicu kehebohan tersebut.

Seperti dilansir dari viva.co.id (7/9/2020), Said Didu menyorot keberadaan staf ahli di perusahaan-perusahaan BUMN. Agar tidak salah persepsi, ada baiknya  tulisan Said Didu di akun Twitter pribadinya, yang juga dimuat oleh viva co.id tersebut, dimuat secara utuh (dengan segala singkatan dan pemakaian huruf kapital yang mungkin keliru), sebagaimana ditulis ulang pada alinea di bawah ini.

BUMN sebagai "penampungan"? Dpt copy Kepmen BUMN utk angkat Staf ahli direksi di BUMN. Jika ini benar, Pertanyaannya: 1. Komisaris dan direksi mmg bkn ahli? 2. Akan ada tambahan lbh seribu jbtn "staf ahli" (termasuk anak prshn) stlh komisaris untuk dibagi2. Mhn konfirmasi dari @KemenBUMN.

Agar berimbang, perlu pula dilihat apa isi Kepmen BUMN yang dipertanyakan Said Didu tersebut, yang rupanya mengacu pada Surat Edaran Nomor SE-9/2020/MBU/o8/2020. Ada 4 poin yang menjadi inti surat edaran tersebut, pertama, direksi BUMN dapat mempekerjakan staf ahli yang diangkat direksi sebanyak-banyaknya 5 orang.

Kedua, tugas staf ahli adalah memberikan analisis dan rekomendasi penyelesaian permasalahan strategis dan tugas lainnya di lingkungan perusahaan berdasarkan penugasan direksi. Ketiga, penghasilan yang diterima staf ahli berupa honorarium yang ditetapkan direksi dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan.

Penghasilan itu dibatasi sebesar-besarnya Rp 50 juta per bulan serta tidak diperkenankan menerima penghasilan lain selain honorarium. Keempat, masa jabatan staf ahli paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang satu kali selama 1 tahun. Perpanjangan itu tidak mengurangi hak direksi untuk memberhentikannya sewaktu-waktu.

Apakah bermaksud memenuhi permintaan konfirmasi dari Said Didu itu atau tidak, setelah itu beredar berita pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, antara lain dimuat cnbcindonesia.com (7/9/2020). Menurut Arya, justru dengan surat edaran tersebut di atas, membuat hal-hal yang selama ini tidak transparan, dijadikan transparan.

Lebih lanjut Arya menyatakan bahwa selama ini kementerian tidak melakukan kontrol maupun pembatasan terkait hal tersebut, sehingga jumlah staf khusus di perusahaan menjadi tidak terkendali. Ada temuan jumlahnya lebih dari 10 orang, nama yang dibuat untuk posisi ini juga beragam, mulai dari staf ahli, advisor hingga konsultan.

"Ada yang sampai 11-12 orang, ada yang digaji Rp 100 juta atau lebih. Jadi beragam yang kami temukan," kata Arya. Maka dengan ketentuan baru, semuanya jadi akuntabel, tidak boleh jalan sendiri-sendiri dan tidak ditutup-tutupi.

Baik, kalau dicermati kembali, jelaslah bahwa pernyataan Arya bukan secara langsung menjawab pertanyaan Said Didu. Pertama, soal apakah komisaris dan direksi bukan ahli? Ahli atau bukan ahli tentu agak longgar batasannya, tergantung persepsi seseorang. 

Direksi BUMN perbankan, logikanya tentu ahli di bidang perbankan. Tapi ada satu keahlian khusus yang di banyak bank, termasuk bank BUMN, memerlukan mencari para profesional untuk posisi chief economist, yang pola kerjanya mirip staf ahli, tidak masuk setiap hari kerja, dan dikontrak untuk waktu tertentu.

Tapi kalau direksi bank BUMN mencari staf ahli bidang perkreditan, rasanya kurang tepat, mengingat keahlian bidang perkreditan harusnya sudah menjadi makanan sehari-hari para direktur bank dalam menjalani kariernya sehingga terpilih menjadi direktur.

Namun demikian, untuk komisaris, memang lain cerita. Walaupun bisa diperdebatkan, jika ada yang meragukan keahlian seorang komisaris BUMN, sah-sah saja. Hal ini sekaligus berkaitan dengan sinyalemen Said Didu pada pertanyaannya yang kedua, tentang bagi-bagi komisaris dan sekarang juga bagi-bagi staf ahli.

Bila sinyalemen itu ditolak mentah-mentah oleh pihak kementerian, bisa dipahami. Tapi bahwa sebagian komisaris BUMN punya kedekatan dengan partai tertentu atau ikut berkeringat sewaktu kampanye pilpres 2019 lalu, tercium aromanya. 

Maka sebetulnya komisaris lah yang lebih memerlukan bantuan dari staf ahli, ketimbang direksi. Bayangkan, bagaimana komisaris bisa mengawasi direksi bila tidak memahami bidang bisnis tempat ia ditugaskan. 

Apalagi bila melihat secara struktur organisasi, direksi didukung oleh banyak sekali unit kerja yang dibawahinya, seperti para kepala divisi. Kepala divisi juga membawahi para kepala bagian, di mana setiap bagian punya sejumlah staf, dari yang senior hingga fresh graduate yang baru direkrut.

Jika saja sistem pengkaderan di perusahaan BUMN berjalan dengan baik, ditopang oleh program pelatihan dan pengembangan karyawan yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan, logikanya direksi telah dikelilingi oleh personil yang kualifikasinya setara dengan staf ahli. Maksudnya, staf ahli tidak diperlukan lagi oleh direksi.

Sementara personil yang berada di bawah komisaris, biasanya sangat minimalis, hanya beberapa orang yang membantu secara administrasi saja. Adapun yang melakukan pengkajian untuk menghasilkan rekomendasi yang bersifat strategis, tak bisa lain, komisaris perlu dibantu staf ahli, bila tak bisa melakukannya sendiri.

Bila yang disinyalir Said Didu terjadi, maksudnya jabatan staf ahli pun dibagi-bagi, katakanlah dibagi kepada mereka yang dekat dengan partai koalisi pendukung pemerintah, maka ibarat kata pepatah, "jauh panggang dari api".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun