Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kepikunan Jangan Anggap Sudah Waktunya bagi Orang Lanjut Usia

7 September 2020   07:10 Diperbarui: 7 September 2020   07:08 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. shutterstock, melalui tempo.co

Ayah saya, pada umur sekitar 75 tahun, pernah ditemukan berjalan kaki sekitar 10 km dari rumah beliau di Payakumbuh, Sumbar, tanpa mengenal jalan pulang ke rumah. Untung saja, kakak saya yang memang tinggal bersama ayah berhasil menemukan dan segera mengajak pulang.

Ibu mertua saya, juga pada usia sekitar 75 tahun, beberapa kali tersesat seperti yang dialami ayah saya di atas, tapi kejadiannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Akhirnya karena ada orang lain yang bisa membantu, si ibu bisa pulang ke rumah kakak ipar saya, tempat beliau tinggal setelah ayah mertua saya meninggal dunia.

Kakak ipar saya terpaksa mengambil tindakan keras, selama ia mengajar (profesinya seorang guru SMK Negeri) dan kalau lagi tidak ada asisten rumah tangga, si ibu dikuncikan dari luar, sehingga tak bisa membuka pintu untuk keluar rumah. Padahal beliau sangat suka berjalan kaki di sekitar rumah.

Secara umum, ayah saya dan juga ibu mertua, dikatakan orang lain sudah mengalami kepikunan. Tidak ada dari kami, anak dan cucunya, yang merasa itu sesuatu yang ganjil. Orang seusia 70-an tahun ke atas, sudah dimaklumi kalau pikun, sudah waktunya.

Namun dari berita di Kompas (5/9/2020), saya mendapatkan pencerahan, bahwa tidak semua orang tua akan mengalami kepikunan, meskipun kepikunan memang bagian dari penuaan. Gaya hidup sehat sejak muda, stimulasi otak, hingga pikiran positif dan menghindari stres bisa mengurangi risiko pikun. 

Masalah kepikunan atau hal lain yang berkaitan dengan kesehatan kaum lanjut usia (lansia) sangat relevan untuk mendapat perhatian dari masyarakat, mengingat dalam komposisi penduduk negara kita, terdapat kecenderungan semakin meningkatnya persentase lansia.

Dalam istilah medis, kepikunan disebut dengan damensia. Adapun definisinya adalah kumpulan gejala gangguan kognitif dan perilaku yang mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan seseorang. Gangguan itu mencakup hilangnya memori, perubahan suasana hati, serta munculnya masalah dalam komunikasi dan penalaran.

Gejala itu muncul karena otak mengalami kerusakan akibat penyakit atau kondisi tertentu, seperti penyakit alzheimer, yakni penyakit fisik yang memengaruhi otak. Damensia juga bisa terjadi karena stroke otak. Sayangnya, hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan damensia.

Karena tidak ada obat itulah, mencegah menjadi hal yang sangat perlu dilakukan yang harus dimulai sejak berusia muda. Stimulasi otak dengan membiasakan diri selalu belajar, berpikir, berdiskusi, membaca, menulis, diyakini menjadi cara yang bagus untuk menghindari atau memperlambat datangnya damensia.

Banyak orang yang setelah memasuki masa pensiun, sudah malas membaca buku, bahkan membaca koran yang sifatnya lebih santai, juga malas. Akibatnya stimulasi otak menjadi berkurang.

Maka tidak salah bila para pembaca atau penulis di Kompasiana, meneladani kompasianer senior, Tjiptadinata Effendi, yang konsisten menulis hingga di usia  beliau yang sudah 77 tahun. Inilah salah satu kunci kenapa daya ingat beliau masih kuat.

Hal lain yang perlu dibiasakan sejak muda dan diteruskan meskipun telah pensiun, adalah kegiatan berkumpul bersama keluarga, kerabat atau teman. Soalnya bila muncul rasa kesepian, kesendirian, ataupun perasaan tidak dihargai yang berlangsung kronik atau menahun, akan turut memicu damensia.

Jangan heran melihat ibu-ibu yang rutin ikut berbagai kelompok arisan, sering berjalan-jalan dengan teman kelompok arisan atau teman kelompok pengajiannya, akan lebih sehat ketimbang ibu-ibu yang tidak atau jarang berkumpul dengan teman-temannya.

Di lain pihak, anak dan cucu yang menjaga orang tua atau kakek-neneknya, banyak yang tidak sabar, bila yang dijaga sudah menderita damensia. Sering bapak atau ibu yang damensia mengaku belum makan dan meminta anaknya menyiapkan makanan, padahal sebelumnya sudah dua kali makan dalam waktu berdekatan.

Bahkan tidak jarang, antara anak dan orang tua terlibat pertengkaran karena sudah tidak nyambung jika terlibat dalam pembicaraan. Akhirnya ada anak yang tega menyerahkan orang tuanya untuk dititipkan di panti jompo, sesuatu yang sebetulnya dihindari dalam budaya di negara kita.

Intinya, bagi yang masih muda, rajinlah membiasakan diri melakukan beberapa hal yang telah ditulis di  atas agar saat lansia kelak tidak terkena damensia. Jangan sampai beranggapan bahwa damensia merupakan hal yang dimaklumi dan terjadi secara alami bagi semua orang tua. Anggapan yang keliru menghasilkan tindakan yang keliru.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun