"Rem Virus Dulu, Pacu Ekonomi Kemudian", begitu judul sebuah berita yang dimuat Kompas (28/8/2020). Seakan mengkonfirmasi berita di Kompas tersebut, sejumlah media daring memberitakan lonjakan penambahan pasien positif Covid-19, yang pada Kamis (28/8/2020) terjadi rekor baru lagi, dengan penambahan 3.003 orang dalam satu hari terakhir.
Lebih 3.000 orang dalam satu hari? Inikah fenomena gunung es yang akhirnya mulai makin kelihatan di permukaan? Bagaimana kita harus menyikapinya? Kalau kita memandang dari sisi negatifnya, tentu mengerikan, dan sekaligus menuntut kewaspadaan kita yang lebih tinggi.Â
Namun perlu diingat, angka 3.000 itu dihasilkan karena jumlah yang diperiksa juga lebih banyak dari biasanya, yakni sekitar 33.000 specimen. Hal ini sekaligus menjawab tantangan dari Presiden Joko Widodo yang meminta agar setiap hari bisa diperiksa 30.000 orang, dari sebelumnya yang masih di kisaran 20.000-an.
Berita gembiranya lagi, persentase pasien yang sembuh sudah semakin meningkat, pada Kamis (28/8/2020) berjumlah 72,9 persen. Demikian pula persentase yang meninggal dunia, sebesar 4,3 persen, menurun dari kondisi bulan sebelumnya yang masih di kisaran 5 persen.
Masalahnya, apakah kenaikan jumlah pasien positif Covid-19 secara signifikan tersebut adalah sebagai konsekuensi dari makin kencangnya roda perekonomian berputar, karena di mana-mana lagi menginjak gas? Kalau itu betul, apakah sekarang sebaiknya hentikan dulu menginjak gas, dan beralih menginjak rem?
Di situlah letak dilemanya. Gas tersebut identik dengan dibukanya mal dengan segala fasilitasnya, termasuk bioskop yang akan segera dibuka. Demikian pula para karyawan yang kembali bekerja di kantor, yang tentu saja membuat penuh sesak transportasi publik.Â
Destinasi wisata juga kembali beroperasi. Bandara pun dipenuhi calon penumpang pesawat ke berbagai tujuan atau yang baru datang dari kota lain. Ketika libur panjang sehubungan tahun baru Islam minggu lalu, kemacetan di sejumlah ruas jalan tol Trans Jawa, juga di jalan biasa ke arah Puncak, Jawa Barat, terlihat lumayan parah.
Adapun bila yang dipilih adalah menginjak rem, artinya kembali ke tahap pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ketika hampir semua orang berdiam diri di rumah masing-masing. Lebih aman memang, namun membuat perekonomian tidak jalan, sehingga mereka yang kelaparan akan semakin banyak.
Lagipula, bila tiap sebentar memainkan gas, lalu direm, gas lagi, rem lagi, kesannya pemerintah jadi plin-plan. Bila pemerintah menginginkan gas dan rem secara simultan. agak sulit, karena kodratnya gas dan rem tersebut tidak mungkin bergerak secara bersama-sama.
Kesan plin-plan tersebut semakin terasa bila kita mencermati berita Kompas di atas, yang menilai pemerintah terlalu sibuk mengutak-atik struktur organisasi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN). Nantinya, dalam rangka penyederhanaan hierarki dan alur pelaksanaan tugas komite, hanya akan ada dua tingkatan, yaitu perumusan kebijakan dan pelaksanaan program.
Ekonom senior Indef, Faisal Basri, menilai kinerja Komite PC-PEN senyap setelah dibentuk. "Sekarang anggota komite mayoritas dari (latar belakang) ekonomi, peran kesehatan makin dieliminasi," kata Faisal. dalam sebuah acara diskusi, Kamis (27/8/2020).
Sebetulnya gas boleh-boleh saja, asal tidak kekencangan. Tapi yang memainkan rem harusnya masyarakat itu sendiri yang betul-betul mematuhi protokol kesehatan. Atau pemerintah semakin memperbanyak petugas yang melakukan pengawasan.
Kondisi yang kita inginkan adalah ketika masing-masing warga secara otomatis melakukan 3M. Setiap mau bepergian, otomatis menggunakan masker, seperti halnya otomatis memakai sepatu atau sandal. Ketika melihat ada keramaian, otomatis menjaga jarak, 1 atau 2 meter dengan orang lain. Ketika memegang sesuatu yang diperkirakan bekas dipegang orang lain, otomatis mencuci tangan dengan hand sanitizer yang selalu dibawa ke mana-mana.
Adapun tugas pemerintah memang harus sebanyak mungkin menjaring warga yang harus dites untuk menemukan pasien positif Covid-19 yang masih bersembunyi dalam fenomena gunung es. Setiap ada satu warga yang positif, harus dilacak pula siapa saja yang melakukan kontak dengan warga tersebut, untuk juga dites.Â
Terhadap pasien yang melakukan isolasi mandiri, dilakukan pengawasan untuk memastikan isolasi tersebut berjalan dengan efektif. Sedangkan yang dirawat di rumah sakit, diberikan pelayanan sebaik-baiknya hingga sembuh kembali.
Maka, bila jumlah pasien positif makin bertambah setiap harinya, tidak perlu kaget, kalau itu dihasilkan karena jumlah yang dites semakin banyak. Polemik gas dan rem sebaiknya juga tidak diperpanjang, bila masyarakat berdisiplin menjaga kesehatannya masing-masing dan pemerintah berdisiplin mengawasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H