Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Renungan Menyambut Tahun Baru Islam, Ayo Menyusun Neraca Pribadi

20 Agustus 2020   09:08 Diperbarui: 20 Agustus 2020   09:18 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. mulya.gurusiana.id

Tahun Baru Islam (selanjutnya ditulis TBI), berdasarkan pengalaman masa kecil dan masa remaja saya di Sumatera Barat, sangat jarang dirayakan secara meriah. Tidak ada juga cerita beraroma mistis seperti kisah di seputar malam 1 Suro pada masyarakat Jawa, yang gampang kita cari referensinya melalui media daring.

Setelah saya bekerja dan menjadi warga ibu kota Jakarta, paling tidak di lingkungan tempat tinggal saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tidak banyak aktivitas yang dilakukan untuk merayakan TBI. Sama dengan di kampung saya, paling-paling hanya ada acara pengajian di masjid dengan menghadirkan seorang penceramah yang relatif terkenal.

Pernah juga ada acara pawai pada malam TBI di jalan protokol ibu kota, tapi jangan bayangkan suasananya sama dengan pawai tahun baru masehi. Juga kalah jauh dari pawai takbiran pada malam menjelang hari raya idulfitri.

Apalagi untuk TBI di tahun ini yang memasuki tahun 1442 hijriyah, tampaknya masih belum memungkinkan dirayakan dengan aktivitas yang bersifat mengumpulkan orang banyak, karena pandemi Covid-19 masih melanda negara kita.

Namun demikian, bukan berarti TBI tidak banyak berarti dalam kehidupan umat Islam. Justru pada hari ini, sebaiknya kita sengaja merenung sejenak, memikirkan apa saja yang telah kita perbuat selama ini. 

"Kita" yang saya maksud, secara khusus adalah umat Islam, namun boleh pula ditafsirkan secara umum bagi siapapun juga, karena uraian berikut ini bersifat universal.

Begini, saya teringat dengan konsep continuous improvement, yang sering menjadi materi pelatihan di banyak perusahaan, mungkin juga di instansi pemerintah. 

Pada dasarnya, konsep tersebut menghendaki berjalannya perbaikan secara terus menerus di sebuah perusahaan, baik di bidang proses produksi, produk yang dihasilkan, maupun pelayanan kepada pelanggan.

Nah, konsep perbaikan berkelanjutan tersebut ternyata sejalan dengan pandangan Islam. Sering saya mendengar ceramah di masjid yang intinya seperti berikut ini. 

Siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, ia termasuk orang yang beruntung. Siapa yang hari ini sama saja dengan hari kemarin, ia merugi. Dan siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, ia orang yang terlaknat.

Lalu parameter lebih baik atau lebih buruk, kita lihat dari mana? Ya tentu pada setiap aktivitas kita, yang bisa kita kelompokkan menjadi tiga bagian, yakni aktivitas yang berhubungan dengan Sang Pencipta, dengan sesama manusia, dan dengan alam atau lingkungan.

Dalam hubungan dengan Sang Pencipta, tolok ukurnya adalah kualitas dan kuantitas ibadah kita. Dalam kaitannya dengan orang lain, tolok ukurnya adalah seberapa besar manfaat yang kita berikan pada orang lain. 

Sedangkan dalam kaitannya dengan lingkungan, sejauh mana kontribusi kita pada pelestarian sumber air, menjaga udara yang kita hirup bebas dari polusi, dan sebagainya. Perilaku kita terhadap sampah, membuangnya sembarangan atau tidak, termasuk pula dalam hal ini.

Saya ingin mengelaborasi secara khusus tentang hubungan sesama manusia. Apalagi sekarang pandemi masih merajalela di negeri kita, tanpa kejelasan kapan bisa diatasi. Maka kesadaran semua kita untuk menjaga diri sendiri, keluarga kita, dan orang lain yang berinteraksi dengan kita, sungguh sangat penting.

Rumusnya begitu sederhana dan semua kita pasti bisa melakukan, yakni 3M. Mencuci tangan dengan sabun, memakai masker dan menjaga jarak dengan orang lain. Cukup itu saja kita lakukan secara berdisiplin, akan mempercepat keberhasilan upaya pengendalian Covid-19. 

Tentu akan lebih baik lagi bila kita juga menunjukkan solidaritas yang tinggi kepada warga yang hidupnya berkekurangan karena dampak pandemi ini. Membagikan makanan, membagikan masker, berbelanja di warung kecil, menyediakan halaman rumah kita yang berlangganan wifi untuk anak sekolah yang tak punya paket internet, adalah sebagian contoh solidaritas dimaksud.

Kalaupun kita tak punya sesuatu untuk disumbangkan, minimal kita memberikan perhatian, jangan mengucilkan atau memusuhi orang lain yang terpapar virus korona. Jangan pula menyebarkan berita yang diragukan kebenarannya di media sosial.

Kembali ke masalah perbaikan berkelanjutan, kebetulan saya punya latar belakang pendidikan di bidang akuntansi. Saya juga lama berkarier di sebuah BUMN dan ditempatkan di divisi akuntansi di kantor pusatnya. Saya lumayan akrab dengan proses penyusunan laporan keuangan perusahaan.

Ada yang disebut dengan "neraca" yang terdiri dari daftar harta, daftar utang dan daftar modal dari sebuah perusahan. Harta adalah yang dilaporkan di sisi kiri neraca, sedangkan utang dan modal berada di sisi kanan. Jumlah sisi kiri dan sisi kanan harus sama, bila tidak, berarti ada kesalahan dalam proses penyusunan neracanya.

Jika pada akhir tahun ini, sebuah perusahaan mempunyai harta yang meningkat dibandingkan kondisi akhir tahun lalu, dan peningkatan tersebut berasal dari peningkatan modal, bukan dari peningkatan utang, maka perusahaan tersebut mengalami kemajuan. Artinya, tahun ini lebih baik dari tahun lalu. 

Perlu diketahui, peningkatan modal akan terjadi bila perusahaan memperoleh keuntungan selama tahun yang dilaporkan. Sebaliknya, bila perusahaan mengalami kerugian, akan menggerogoti modal.

Nah, sebagai bahan renungan dalam menyambut TBI, ada baiknya masing-masing kita menyusun neraca pribadi. Maksudnya bukan neraca yang berisikan berapa harta dan utang kita. Yang disusun adalah neraca amal ibadah kita, apakah meningkat, sama saja, atau menurun, dibandingkan kondisi tahun sebelumnya?

Begitu pula neraca kebaikan antar manusia, apakah kita mengalami defisit atau surplus? Defisit artinya lebih banyak menerima kebaikan orang lain ketimbang memberikan kebaikan kepada orang lain. Idealnya selalu surplus dengan kecenderungan yang meningkat dari waktu ke waktu.

Terakhir neraca yang berkaitan dengan kontribusi kita terhadap lingkungan hidup. Apakah kita lebih boros energi atau mulai lebih hemat. Apakah kita masih suka membuang sampah seenaknya, atau sudah membuang ke tempat yang betul dengan memilah-milah sesuai jenis sampah sebelumnya.

Pada intinya, setiap hari kita harus mampu lebih baik daripada hari kemarin. Ayo, masing-masing kita melakukan kebaikan apa saja. Mulailah dari hal yang kecil dan yang gampang dilakukan. Mulailah dari diri sendiri, tidak sekadar berkoar-koar menceramahi orang lain, dan mulailah sekarang juga. Ya, sekarang juga, tunggu apa lagi? Jangan ditunda.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun