Bayang-bayang resesi saat ini lagi menghantui kita. Dampak pandemi Covid-19 sungguh dahsyat. Tidak saja dilihat dari jumlah pasien yang terpapar virus yang setiap hari bertambah terus secara signifikan, namun juga dampaknya yang menghambat perputaran roda perekonomian.
Makanya, hampir bisa dipastikan, resesi ekonomi akan segera terjadi di negara kita, kecuali bila terjadi keajaiban atau mukjizat. Mau tak mau, masyarakat harus siap menghadapi kondisi yang tidak diharapkan tersebut.
Pemerintah sendiri sudah mengambil sejumlah kebijakan strategis. Tak bisa lain, ketika pihak swasta sedang kelimpungan dihantam badai korona yang berbuntut terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di banyak perusahaan, pengeluaran pemerintah lah yang menjadi tumpuan.
Ada tiga aspek utama pengeluaran besar-besaran yang sedang dan akan dilakukan pemerintah. Pertama, untuk berbagai program penanganan Covid-19 di bidang kesehatan.Â
Kedua, peningkatan daya beli masyarakat melalui program jaring pengaman sosial.
Ketiga, program bantuan untuk dunia usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Selain itu, berbagai proyek infrastruktur yang memang menjadi perhatian utama pemerintah di era Presiden Joko Widodo sejak 2014 lalu, tetap harus dipacu. Berbagai proyek seperti bandara internasional yang baru di Yogyakarta dan jalan tol di Aceh, baru saja diresmikan presiden.
Pertanyaannya, bagaimana pemerintah membiayai berbagai program dan proyek di atas? Bukankah penerimaan negara berupa pajak, lagi seret karena pertumbuhan ekonomi yang melambat, malah negatif pada kuartal II-2020 lalu.Â
Berkemungkinan besar pada kuartal III-2020 pun pertumbuhan ekonomi kita masih negatif, sehingga dengan dua kali berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif, Indonesia sah terkena resesi.
Jelas, bila penerimaan pajak berkurang, utang pemerintah akan bertambah. Memang, masyarakat umum ada kalanya berpikir secara gampang saja, kenapa tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya?
Padahal untuk mencetak uang ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah dan terutama pihak Bank Indonesia (BI) yang mempunyai kewenangan, agar malah tidak menimbulkan inflasi yang sangat tinggi.