Seharusnya dengan gaji si pegawai yang lebih besar, diharapkan tidak lagi menimbulkan niat buat mencari rezeki secara menyimpang. Namun, karena munculnya kesempatan, misalnya bagi pengawas OJK ada tawaran hadiah dari pihak yang diawasinya, maka mental si pegawai pun bisa goyang.
Apalagi bila si pegawai yang tidak tahan godan itu mampu berimajinasi yang membenarkan perilakunya. Contohnya karena ia merasa diperlakukan tidak adil oleh atasannya, sehingga rezeki ekstra dianggapnya sebagai kompensasi.
Atau bisa juga imajinasinya mengatakan bahwa negeri ini sudah terlanjur rusak dan korupsi dianggap sudah jadi budaya. Maka kalau ia ikut-ikutan nimbrung menerima gratifikasi, bukankah itu semacam melestarikan "budaya bangsa" tersebut.
Jadi, bagi OJK atau lembaga sejenis lainnya, termasuk perusahaan milik negara, bila memang punya kemampuan secara finansial, menaikkan gaji pegawainya, boleh-boleh saja dalam rangka meningkatkan motivasi para pegawai. Hanya saja harap diingat, menaikkan gaji saja belum cukup, bila perilaku pegawai tidak diawasi.
Harus pula diciptakan sistem yang sedemikian rupa sehingga menutup celah sekecil apapun, agar tidak muncul kesempatan bagi pegawai untuk melakukan perbuatan menyimpang demi keuntungan pribadinya. Prinsip tata kelola yang baik harus diterapkan, demikian pula sistem reward dan punishment harus bisa dijalankan secara konsisten.Â
Dalam rangka regenarasi pegawai, sangat penting pula ketika melakukan seleksi penerimaan pegawai baru, faktor integritas calon pegawai menjadi hal yang tak dapat ditawar. Meskipun harus diakui, sangat tidak gampang mengukur integritas seseorang, meskipun menggunakan psikotes dari lembaga yang punya reputasi tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H