Akhirnya si kakak tak mau memperpanjang masalah, ikhlas dengan kerugian yang dideritanya. Belajar dari pengalaman tersebut, saya pun menyarankan kepada si kakak untuk mencari pemborong lain, memakai perjanjian tertulis, serta tahapan pembayarannya dibagi empat kali, agar jika pemborong kabur lagi, kerugian tidak terlalu besar.Â
Pembayaran setiap tahap baru dicairkan setelah si kakak melihat bukti kemajuan pekerjaan. Khusus pembayaran tahap akhir, baru akan dilakukan saat pekerjaan telah tuntas 100 persen, karena logikanya, sebagian besar merupakan keuntungan bagi si pemborong, bukan lagi untuk biaya pembelian material.
Alhamdulillah, akhirnya pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Namun demikian, kerugian si kakak dari pemborong sebelumnya memang lumayan besar, karena kemajuan pekerjaan ketika ditinggal kabur belum 50 persen. Kemudian, sebagian materi peredam suara yang telah terpasang, harus dibongkar ulang, karena bahannya bermutu rendah.
Begitulah, memperbaiki rumah dengan sistem borongan memang lebih praktis. Masalahnya, sekarang tidak gampang mencari pemborong yang jujur. Agar tidak tertipu, sebaiknya harus ada perjanjian tertulis, termin pembayaran dibagi empat atau lima kali, di mana pembayaran terakhir dilakukan ketika pekerjaan betul-betul telah selesai sesuai yang diperjanjikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H