Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gara-gara Pandemi, Semua Bank Kompak Pangkas Target Bisnis

22 Juli 2020   08:09 Diperbarui: 22 Juli 2020   08:10 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semua bank di Indonesia wajib menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB). OJK sangat ketat mengawasi aktivitas perbankan, tak bisa bank tiba-tiba mengeluarkan produk baru atan membuka kantor cabang baru, bila sebelumnya tidak dicantumkan pada RBB tersebut.

RBB dibuat untuk periode tiga tahun. Jadi, RBB yang sekarang jadi acuan adalah RBB 2020-2022, yang telah disampaikan kepada OJK pada akhir tahun 2019 lalu. Jadi seperti apa proyeksi kinerja bank di tahun ini, termasuk jumlah perolehan labanya, telah ada bayangannya pada akhir tahun lalu.

Tentu saja ketika RBB tersebut diserahkan ke OJK, belum ada bencana pandemi Covid-19. Jangan heran, pada dokumen RBB tersebut, bank-bank masih optimis akan membukukan laba yang lebih besar ketimbang yang didapatnya tahun 2019. Lazimnya, jika semua berlangsung normal-normal saja, pertumbuhan laba bank setiap tahun naik sekitar 5 hingga 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Lalu, tak ada angin, tak ada hujan, sejak awal tahun ini, seluruh dunia mengalami bencana luar biasa yang membuat perputaran roda perekonomian berjalan dengan amat lambat. Perusahaan-perusahaan banyak yang bangkrut, dan menimbulkan gelombang PHK besar-besaran.

Padahal, baik perusahaan sebagai institusi, maupun pegawainya sebagai individu, banyak yang menikmati kredit dari perbankan. Maka dengan kondisi seperti ini tentu saja pengembalian kredit bank akan mengalami kemacetan, atau istilah teknisnya disebut dengan non performing loan (NPL).

Kenaikan tingkat NPL yang signifikan tersebut, tak pelak lagi, membuat kinerja bank jadi berantakan. Seharusnya pada minggu ketiga dan  keempat Juli 2020 ini, bank-bank sudah mempublikasikan laporan keuangannya untuk posisi semester pertama 2020. Tapi diperkirakan bank-bank baru akan mengeluarkan press release terkait hal itu pada deadline-nya sesuai regulasi dari OJK, yakni dua bulan setelah periode yang dilaporkan.

Kenapa bank menunda publikasi tersebut? Bisa jadi karena saling menunggu bank-bank yang lain. Jika suatu bank  mengalami penurunan laba lebih dari 25 persen ketimbang yang diperoleh pada semester pertama 2019, tentu manajemennya kurang nyaman, sehingga lebih baik mengintip dulu bagaimana kondisi pesaingnya.

Sekiranya sudah diketahui bahwa bank-bank lain pun juga mengalami penurunan laba yang signifikan, barulah mau tak mau, bank cukup percaya diri saat mempublikasikan kinerjanya. Pihak manajemen bank juga sudah lebih siap apabila ditanya jurnalis berkaitan dengan penyebab penurunan kinerja itu.

Saat tulisan ini ditulis, kalau ditelusuri pada berita di sejumlah media daring, yang baru tersedia masih data kinerja bank-bank untuk periode triwulan pertama 2020. Seperti yang diatur OJK, semua bank wajib mempublikasikan laporan keuangannya setiap triwulan. 

Adapun kinerja perbankan nasional pada triwulan pertama 2020 tersebut, meskipun pandemi Covid-19 sudah mulai masuk ke negara kita sejak awal Maret 2020, dampaknya pada bisnis perbankan hingga akhir Maret 2020 masih relatif belum begitu besar.

Ketika memasuki triwulan kedua, bersamaan dengan terbitnya kebijakan OJK yang memberi fasilitas relaksasi kredit, di mana para penerima kredit perbankan diperkenankan mengajukan permohanan keringanan penundaan cicilan yang harus dibayar mereka ke bank, akhirnya bank-bank pun mengalami penurunan kinerja yang tajam.

Jika melihat "bocoran" dari teman-teman perbankan, beberapa bank papan atas disinyalir membukukan laba semester pertama 2020 dengan penurunan sekitar 50 persen ketimbang kondisi semester pertama 2019. 

Penyebab utamanya adalah karena peningkatan NPL, sehingga bank terpaksa menambah biaya pembentukan cadangan penurunan nilai kredit (CKPN). CKPN ini akan dipakai untuk menghapusbukukan kredit yang betul-betul tidak lagi bisa ditagih bank. Sebaliknya, bila atas NPL tersebut bisa di-rocevery, CKPN akan dikurangi menjadi penambah laba bank.

Nah, dalam kaitannya dengan RBB, OJK memberi kesempatan semua bank untuk menyampaikan revisi sekali dalam setahun. Dalam hal ini, selambat-lambatnya pada akhir Juni 2020 lalu, bank sudah harus mengirim revisi RBB ke OJK.

Tentu saja alasan untuk melakukan revisi sudah sangat kuat, yakni gara-gara dampak pandemi Covid-19 yang sangat memukul dunia usaha. Jika dunia usaha tiarap, maka bank sebagai tempat pelaku usaha menyimpan uang atau meminjam uang, tentu akan terkena pukulan telak pula.

Ambil contoh, bank yang di atas telah disinggung, yang disebut mengalami penurunan perolehan laba pada semester pertama 2020 sebesar 50 persen dibanding semester pertama 2019. Bila pencapaian tersebut dibandingkan dengan target yang tercantum pada RBB yang telah direvisi, dipastikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal itu karena target laba bank dalam versi revisi sudah diturunkan.

Artinya, revisi RBB diperlukan karena angka yang sebelum revisi tidak lagi realistis. Masalahnya, bagaimana prediksi bank untuk kondisi 31 Desember 2020 mendatang? Seberapa tajam para pakar di bank tersebut menganalisis, agar nantinya tidak begitu jauh berbeda dengan realisasinya? Apakah di akhir tahun nanti, bank-bank tidak saja membukukan penurunan laba, tapi jangan-jangan malah kebablasan, berbalik menjadi membukukan kerugian.

Hal tersebut sangat tergantung pada seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjinakkan pandemi Covid-19. Bisa jadi kinerja bank-bank nantinya lebih jelek dari apa yang mereka cantumkan pada revisi RBB, bila pandemi Covid-19 di negara kita masih  berlarut-larut. 

Sebaliknya, bisa jadi pula kinerja bank-bank tidak separah yang mereka prediksi sesuai revisi RBB, bila ternyata dalam waktu satu atau dua bulan ini, berkat kerja keras pemerintah dan kedisiplinan seluruh masyarakat, Covid-19 berhasil dikendalikan. Makanya pengumuman juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 setiap sore, selalu disimak oleh manajemen bank, khususnya yang membidangi perencanaan bisnis.  

Tentu saja RBB yang tebal, biasanya berupa sebuah buku dengan ketebalan sekitar 100 halaman, isinya bukan hanya soal berapa prediksi perolehan laba bank. Namun, sebagaimana perusahaan lainnya, jelas tujuan mencari keuntungan, menjadi hal yang paling utama.

Hanya saja, bagi bank, sebagai lembaga perantara antara nasabah yang menyimpan uang dengan nasabah yang meminjam uang, jelas angka laba bank sangat bergantung pada dua hal. Pertama, berapa pendapatan bunga yang diterimanya dari nasabah peminjam. Kedua, berapa biaya bunga yang dibayarkan bank kepada nasabah penyimpan. 

Jika ditelusuri kepada sejumlah berita media daring, terlacak bahwa bank-bank papan atas seperti BCA, Mandiri, dan BNI, telah membuat press release terkait revisi RBB-nya. Namun demikian, sama sekali tidak menyinggung soal laba yang menurun. Yang lebih ditekankan hanyalah soal penurunan target pemberian kredit yang akan dilakukan masing-masing bank.

Apakah bank sengaja menyembunyikan informasi yang sensitif seperti target perolehan laba? Bisa ya, bisa tidak. Yang pasti, mungkin bank melihat kepada kepentingan masyarakat luas. Bukankah masyarakat luas tidak terlalu peduli dengan perolehan laba bank, sepanjang bank masih lancar mengucurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan?

Data prediksi pertumbuhan kredit bank secara nasional sangat diperlukan pula, sebagai salah satu indikator perkembangan perekonomian secara makro. Jika bank mulai mengerem pengucuran kredit dapat dibaca sebagai kondisi perekonomian masih belum kondusif, sehingga perputaran roda perekonomian pun masih tetap lambat.

Seperti apa kinerja bank-bank sampai akhir tahun ini, menarik untuk dicermati. Tapi dengan kompaknya semua bank melakukan revisi RBB, sudah terbaca bahwa kondisinya bakal tidak menggembirakan. 

Bila nanti pihak manajemen bank menyebutkan bahwa bank yang dipimpinnya berhasil memenuhi target, jangan buru-buru salut. Itu harus dipahami bahwa bank tersebut berhasil memenuhi target, dengan target yang telah dipangkas pendek.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun