Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rebutan Warisan, Tak Pandang Konglomerat atau Melarat

17 Juli 2020   17:00 Diperbarui: 17 Juli 2020   17:21 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eka Tjipta Widjaja (dok. idxchannel.com)

Tanpa bermaksud mendiskreditkan etnis tertentu, di Jakarta cukup banyak ditemukan orang-orang yang merupakan warga asli kota yang dulu bernama Batavia itu, yang memilih untuk terdepak dari ibu kota dengan cara menjual rumah sempit peninggalan orang tuanya. 

Sebetulnya sekecil apapun rumah di gang sempit di Jakarta, harganya tetap relatif mahal. Sebuah rumah dengan ukuran seluas 48 meter persegi saja, katakanlah panjang 8 meter dan lebar 6 meter, sekarang sudah berharga sekitar Rp 500 juta. 

Hanya saja bila uang sejumlah Rp 500 juta dibagi untuk 5 orang anak, masing-masingnya tentu memperoleh Rp 100 juta. Jumlah yang tidak cukup buat memiliki rumah di ibu kota, sehingga mungkin hanya bisa untuk membeli rumah kecil dan sederhana sekali, jauh dari Jakarta.

Maka drama rebutan warisan kelas bawah ini biasanya terjadi antara ahli waris yang ingin buru-buru menjual rumah warisan secepat mungkin, karena sudah terdesak oleh tekanan ekonomi, dengan ahli waris yang tidak ingin buru-buru menjual rumah, dengan maksud agar harga jualnya bisa lebih tinggi.

Bahkan tidak jarang pula terjadi, ketika orang tuanya lagi berjuang melawan sakit parah, satu atau dua orang anak yang sudah kepepet, mengajak saudaranya untuk berunding soal menjual warisan. Tentu saja akan ada perlawanan dari saudaranya yang tidak setuju, karena dianggap sudah kebablasan.

Lalu bagaimana tindakan terbaik agar rebutan warisan bisa dihindari? Idealnya orang tua yang usianya sudah di atas 65 tahun, jika ingin mengatur secara khusus tentang pembagian warisan bagi anak-anaknya, segera membuat surat wasiat.

Alasan atau pertimbangan yang dipakai orang tua akan lebih baik dijelaskan pula dalam surat tersebut. Sekiranya berpotensi menuai protes dari sebagian anak-anaknya, orang tua bisa menjelaskan secara langsung dengan pola bermusyawarah.

Jika tidak ada wasiat tertentu hingga kedua orang tua meningal dunia, maka kewibawaan anak tertua dan kesadaran semua ahli waris untuk tidak ribut-ribut, sangat diperlukan. Sebaiknya dipercepat saja pembagiannya dengan mengacu pada ketentuan agama yang dianut keluarga tersebut.

Harta akan selalu ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi akan mendatangkan manfaat bila digunakan secara tepat. Namun, di sisi lain, akan menjadi sumber bencana bila tidak disikapi secara bijak oleh semua pihak yang terkait.

Eka Tjipta Widjaja (dok. idxchannel.com)
Eka Tjipta Widjaja (dok. idxchannel.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun