Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Perusahaan Milik Negara, Ketika Hubungan Direksi dan Komisaris Tidak Mesra

13 Juli 2020   07:00 Diperbarui: 14 Juli 2020   09:40 3292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi perusahaan swasta, barangkali relatif jarang mengalami terjadinya konflik antara jajaran direksi dan komisaris. Seperti diketahui, direksi adalah pihak manajemen puncak dan menjadi nakhoda dalam aktivitas perusahaan sehari-hari. Adapun komisaris adalah pihak yang mengawasi direksi dan tidak terjun dalam aktivitas harian.

Secara hirarki, komisaris lebih tinggi kedudukannya ketimbang direksi, karena komisaris merupakan wakil dari pemilik perusahaan atau pemegang saham mayoritas.

Meskipun saat ini sebagian komisaris ada yang bersifat independen, dalam arti tidak ada kaitan dengan pemilik, agar tercipta keputusan yang lebih obyektif.

Bila komisaris tidak puas dengan kinerja direksi, tentu saja komisaris bisa mengangkat isu pergantian direksi dalam forum rapat umum pemegang saham (RUPS).

Jadi, logikanya, meskipun direksi tidak ingin pekerjaannya terlalu direcoki oleh jajaran komisaris, tetap harus menghormati dan menjalin hubungan baik dengan komisaris.

Sedangkan direksi biasanya para profesional yang diyakini pemegang saham sebagai orang-orang yang mampu membawa perusahaan berhasil meraih target yang diinginkan.

Hanya saja pada perusahaan keluarga, lazim pula terdapat beberapa anggota direksi yang berasal dari kalangan keluarga pemilik, sehingga praktis jarang muncul konflik antar direksi dan komisaris.

Nah, persoalannya jadi lain kalau kita berbicara tentang perusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Meskipun tidak tercantum secara tertulis sebagai persyaratan yang harus dipuyai pengurus (direksi dan komisaris) BUMN, faktor politis ikut berbicara.

Maksudnya, meskipun yang ditunjuk untuk jadi direktur atau komisaris berasal dari kalangan profesional, kedekatannya dengan kekuasaan (istana, kementerian, atau partai pendukung pemerintah), akan turut menjadi bahan pertimbangan.

Maka walaupun pada hirarki perusahaan secara umum, direksi berada di bawah komisaris, di perusahaan milik negara justru terkesan sebaliknya.

Banyak komisaris, mungkin karena pengetahuan teknisnya terkait seluk beluk bisnis perusahaan juga terbatas, setuju-setuju saja dengan apapun langkah yang diambil direksi.

Jangan heran, pada rapat mingguan di mana komisaris akan memanggil direksi memaparkan kemajuan perusahaan serta program yang akan dilakukannya, tidak terjadi perdebatan yang alot.

Tentu ada catatan yang diberikan komisaris atas kinerja direksi, tapi hanya bersifat normatif biar tidak dipersepsikan komisaris tidak menjalankan fungsi pengawasannya.

Namun, tanpa menunjuk nama BUMN tertentu, akan berbeda ceritanya bila yang menjadi komisaris, khususnya komisaris utama, berasal dari mantan direksi yang telah kenyang dengan asam garam dunia bisnis. Dalam hal ini, baik sari sisi usia, maupun jam terbang, komisaris utama lebih unggul dari direksi.

Ketika itulah akan terlihat situasi yang agak kalang kabut dari sisi direksi beserta para pejabat yang dibawahinya. Mereka akan kewalahan melayani permintaan komisaris untuk menyediakan berbagai laporan, bukan sekadar laporan kinerja keuangan yang terlihat dari Neraca dan Laporan Laba-Rugi bulanan.

Radirkom (rapat direksi dan komisaris) bisa berlangsung dua hari setiap minggunya, secara maraton dari pagi hingga mendekati magrib, atau bahkan hingga malam. Tidak strategi bisnis saja yang dikritisi komisaris, namun juga kebijakan di bidang sumber daya manusia, pengadaan barang, teknologi informasi, dan sebagainya.

Jika begitu, dari kacamata direksi, komisaris dinilai telah masuk terlalu dalam. Akibatnya direksi cenderung merasa terganggu karena tidak bisa fokus dalam melakukan pengembangan bisnis atau tugas rutin direksi lainnya.

Artinya, hubungan direksi dan komisaris sudah tidak mesra. Indikator tidak mesra tersebut gampang terbaca.

Dalam radirkom, meskipun komisaris utama bertindak sebagai pemimpin rapat, namun direktur utama sering tidak ikut dan menyerahkan kepada beberapa orang direktur untuk melalukan presentasi sesuai dengan topik yang diminta komisaris dan sekaligus menjawab pertanyaan setelah presentasi.

Sedangkan dari kacamata komisaris tentu lain lagi yang terlihat, bahwa direksi sering diminta menjelaskan banyak hal, tujuannya jelas untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan terinci tentang "isi perut" perusahaan.

Maksudnya bukan mencari-cari kesalahan, namun tidak ingin sekadar menjadi "tukang stempel" sehingga advis komisaris betul-betul menjadi solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Jika ketidakmesraan itu berlanjut, maka gampang ditebak, akan terjadi "perang dingin" khususnya antara komisaris utama dan direktur utama.

Hal ini lambat laun pasti tercium oleh Kementerian BUMN, atau bisa jadi salah satu pihak akan melaporkan keluhannya ke kementerian. Bukan tidak mungkin pula bila dua-duanya yang melapor, tentu secara terpisah.

Idealnya, karena kedua pihak adalah pilihan kementerian untuk menduduki posnya masing-masing, jika bisa diakurkan kembali dengan pihak kementerian sebagai mediator, akan lebih baik.

Sebaliknya, bila keduanya sudah patah arang, maka di sinilah kekuatan jaringan politik menjadi sangat penting. Kementerian BUMN akan mencermati, lalu yang lebih dipercaya oleh kementerian akan selamat dalam arti tetap berada di posisinya.

Sedangkan yang kurang dipercaya, apa boleh buat, akan wassalam, harus dihentikan langkahnya meskipun periode jabatannya belum berakhir.

Terlepas dari itu, bagaimana sebaiknya pola hubungan antara direksi dan komisaris di lingkungan BUMN? Memang bila komisaris terlalu rajin, agak sedikit aneh, dalam arti kurang lazim. Bukankah komisaris tidak wajib datang ke kantor setiap hari? Namun tidak wajib bukan berarti tidak boleh.

Perlu diingat, pada banyak perusahaan milik negara, anggota komisaris sebagian besar bukan orang bebas yang bisa bekerja secara full time.

Justru pekerjaan full time-nya berada di tempat lain. Ada yang menjadi pejabat di kementerian tertentu atau instansi pemerintah lainnya, ada yang menjadi guru besar di perguruan tinggi negeri, dan ada pula yang bekerja secara profesional di bidang hukum.

Tapi anggaplah ada sebagian komisaris yang sudah berstatus pensiunan dan dulunya pernah menjadi direksi BUMN. Komisaris yang seperti itu punya waktu yang lebih longgar dan secara teknis juga menguasai permasalahan di perusahaan yang diawasinya. 

Namun, sesering apapun komisaris melaksanakan tugasnya, baik di kantor, maupun di rumah dengan pola work from home, sebetulnya tidak masalah. Toh tugas-tugas yang bersifat administratif juga relatif banyak, seperti membaca berbagai laporan, baik dari internal perusahaan maupun dari eksternal.

Demikian pula mendisposisi surat masuk atau menandatangani surat keluar yang konsepnya telah dibuat staf komisaris.

Hanya saja, dengan perencanaan yang baik, seyogyanya rapat resmi berupa radirkom cukup diadakan satu kali seminggu.

Jadi, direksi tidak terlalu banyak mengalokasikan waktu untuk melakukan presentasi dan menjawab pertanyaan komisaris. 

Topik radirkom pun sebaiknya yang bersifat strategis, tidak menyentuh hal yang bersifat teknis. Tentu yang lebih diutamakan adalah membahas hal-hal yang secara ketentuan dari regulator atau sesuai anggaran dasar perusahaan, memang memerlukan persetujuan komisaris.

Pada BUMN yang bergerak di bidang perbankan sebagai misal, penyusunan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang harus dibuat setiap tahun, sebelum dikirimkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), wajib disetujui oleh dewan komisaris.

Bagaimanapun juga, hubungan baik antara direksi dan komisaris harus diciptakan dan wajib dipelihara. Boleh-boleh saja berpolitik, tapi semuanya bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok, namun demi kemajuan perusahaan.

Maka interaksi informal yang bersifat kekeluargaan yang melibatkan direksi dan komisaris, perlu pula dilakukan pada momen-momen tertentu. Misalnya dalam bentuk kegiatan berolahraga bersama atau makan bareng. 

Kemesraan dalam arti kerjasama yang harmonis antara direksi dan komisaris, menjadi faktor yang menentukan untuk keberhasilan sebuah perusahaan, termasuk BUMN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun