Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

55 Tahun Harian Kompas, Sikap Moderat Membawa Selamat

28 Juni 2020   00:01 Diperbarui: 28 Juni 2020   06:55 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

28 Juni 1965, lahirlah sebuah surat kabar harian Kompas. Sejarah akhirnya mencatat, inilah koran yang paling berpengaruh di Indonesia hingga saat ini.

Sengaja saya memakai istilah paling berpengaruh, karena apa yang diberitakannya dibaca oleh para pengambil keputusan, baik di jajaran pemerintahan, maupun di kalangan eksekutif perusahaan.

Bahkan menurut saya, Kompas  tidak sekadar dibaca, namun juga sangat mungkin menjadi bahan pertimbangan dalam sebuah pengambilan keputusan. Soalnya saya melihat sendiri, ritual seorang pejabat memulai hari kerjanya di kantor adalah dengan melahap berbagai media cetak, dan yang dilihat paling awal dan paling lama adalah Kompas.

Hari ini, Minggu, 28 Juni 2020, koran paling berpengaruh itu tepat berusia 55 tahun. Bukan koran tertua yang masih eksis, karena sejumlah koran di daerah ada yang lahir lebih awal, dan sampai sekarang juga masih eksis, seperti Haluan di Padang atau Waspada di Medan.

Mungkin juga Kompas bukan lagi koran yang paling banyak tirasnya. Pos Kota pernah tercatat memiliki tiras di atas Kompas, sebelum kemudian diambil alih Jawa Pos.

Kompas juga bukan lagi koran yang paling banyak halamannya, padahal dulu sering terbit dengan 48 halaman. Tapi meskipun sekarang dengan hanya 16 halaman, saya tidak ragu menyebutkan Kompas masih yang paling berpengaruh. 

Perkenalan saya dengan Kompas, bermula dari awal tahun 1970-an. Saya masih duduk di SD di kota kelahiran saya, Payakumbuh, Sumbar. Ayah saya yang membeli secara eceran. Berita olahraga menjadi kegemaran saya waktu itu.

Kemudian saat saya sudah di sekolah menengah dan pernah terpikir ingin jadi sastrawan, maka yang paling saya sukai adalah cerbung (sayangnya sudah lama Kompas tidak lagi ada cerbungnya), kemudian cerpen, puisi, dan kritik sastra.

Berikutnya sejak saya kuliah di Fakultas Ekonomi, Kompas menjadi referensi utama saya, karena memang memberikan porsi yang banyak untuk berita seputar ekonomi makro, manajemen, finansial, dan juga analisis ekonomi dari para pakar.

Kompas jugalah yang mengubah jalan hidup saya. Waktu itu sekitar awal tahun 1986. Saya baru beberapa bulan selesai kuliah dan diminta menjadi dosen di almamater saya, Universitas Andalas Padang. Proses administrasi kepegawaian agar menjadi PNS sedang berjalan di Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Jakarta. Meski SK PNS belum terbit, saya sudah menjadi asisten dosen untuk dua mata kuliah. 

Tanpa sengaja saya melihat iklan di Kompas, sebuah bank milik negara lagi membuka lowongan kerja buat lulusan S1 dengan disiplin ilmu tertentu. Nasib baik berpihak kepada saya, setelah beberapa kali tahapan seleksi, saya diterima. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun