Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tentang Tradisi Bagi-bagi "Kue" Kekuasaan di BUMN

3 Juli 2020   17:36 Diperbarui: 3 Juli 2020   18:08 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak perlu diperdebatkan apa bedanya gaji dan honor, tapi kalau dengan label honor tersebut, seorang komisaris yang punya jabatan di sebuah kementerian, mendapat honor yang lebih besar dari gaji bulanannya, tetap saja rasanya kurang pas.

Apalagi bila penghasilan tahunan  berupa tantiem, yang merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan buat direksi dan komisaris, ikut diperhitungkan. Jumlahnya sangat-sangat menggiurkan, bisa sebelas digit per orang, untuk BUMN papan atas.

Menarik melihat berita yang ditulis oleh kompas.com (2/7/2020). Berita dimaksud mengutip pernyataan anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih, bahwa komisaris yang merangkap jabatan jarang menghadiri pertemuan yang membahas permasalahan perusahaan.

Berapa jumlah komisaris yang terindikasi merangkap jabatan? Inilah yang mencengangkan bagi sebagian orang, tapi bagi yang bekerja di BUMN sudah hal biasa. Masih bersumber dari Ombudsman, pada tahun 2019, tercatat 397 komisaris BUMN yang terindikasi merangkap jabatan dan hal yang sama untuk 167 komisaris di anak perusahaan BUMN.

Dari 397 orang tersebut, jika dirinci 254 di antaranya berasal dari kementerian, 112 orang dari lembaga non kementerian dan dari kalangan akademisi 31 orang. Adapun yang berasal dari kementerian, didominasi oleh Kementerian BUMN sebanyak 55 orang dan Kementerian Keuangan 42 orang.

Nah, sekarang bagaimana sebaiknya? Memang ada keuntungan juga bagi perusahaan BUMN yang komisarisnya berasal dari orang kementerian. Hubungan baiknya dengan pemerintah relatif terpelihara sehingga sejumlah proyek pemerintah pun bisa didapat oleh BUMN tersebut.

Masalahnya adalah ketidakefisienan karena faktor honorarium dan tantiem yang relatif besar, serta waktu si komisaris yang sangat terbatas sehingga tidak maksimal menjalankan perannya sebagai pengawas. Inilah yang perlu dicarikan solusinya.

dok. jawapos.com
dok. jawapos.com
.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun