Anda yang pegawai negeri atau pegawai di perusahaan milik negara, tentu hari ini Selasa (26/5/2020) sudah harus masuk kantor. Ya, pengertian kantor di sini adalah bekerja atau berdinas. Yang umurnya di bawah 45 tahun bekerja betul-betul di kantor, dan yang berumur di atas itu bekerja dari rumah.
Padahal, Jumat lalu (22/5/2020), anda juga masih di kantor atau bekerja di rumah. Artinya, meskipun banyak menghabiskan waktu di rumah saja selama libur lebaran, mungkin masih terasa malas untuk kembali bekerja. Barangkali masih bermaksud saling bertukar cerita dengan handai tolan, baik melalui video call, maupun berbagai aplikasi media sosial lainnya.
Saya ingin mengemukakan bagaimana kebijakan pemerintah soal cuti bersama (CB) telah diubah beberapa kali, dan tak urung banyak pegawai yang dibingungkan. Untuk jelasnya, lihatlah kalender tahun 2020 yang anda punya. Di situ tercetak kebijakan awal pemerintah berkaitan dengan CB dalam rangka merayakan hari raya idul fitri 1441 H.
Memang lebaran versi kalender telah diprediksi dengan tepat, yakni jatuh pada hari Minggu dan Senin, 24 dan 25 Mei 2020. CB-nya selama 3 hari, yakni Jumat 22 Mei serta Selasa dan Rabu, 26 dan 27 Mei. Di tambah dengan libur hari Kenaikan Isa Al Masih tanggal 21 Mei, dan libur Sabtu 23 Mei, maka jumlah libur secara keseluruhan adalah 7 hari. Lumayan.
Versi kedua dari kebijakan CB dalam rangka lebaran tahun ini, malah betul-betul membuat semua pegawai sangat gembira. Ketika itu belum ada di negara kita yang terpapar Covid-19, tapi di negara tetangga sudah heboh, apalagi di tempat asal virus di Wuhan, China. Akibatnya sektor pariwisata yang bergantung pada kedatangan wisatawan asal China dan Malaysia, langsung kelimpungan.
Didorong untuk membantu sektor pariwisata, khususnya perhotelan dan transportasi udara, pemerintah malah menambah CB untuk tanggal 28 dan 29 Mei 2020. Kemudian dengan memasukkan hari Sabtu dan Minggu, 30 dan 31 Mei 2020, maka total libur lebaran menjadi 11 hari. Diharapkan dengan demikian mendorong masyarakat untuk bepergian ke berbagai daerah, untuk menghidupkan perekonomian.
Namun perkembangan penyebaran pandemi Covid-19 di tanah air berakumulasi dengan amat cepat. Hal ini menimbulkan perubahan kebijakan CB lagi, seiring dengan imbauan untuk tidak mudik lebaran. Maka banyak media massa tanggal 9 April 2020 yang memberitakan pergeseran CB, khususnya yang tadinya untuk tanggal 26 hingga 29 Mei, menjadi tanggal 28 hingga 31 Desember 2020.
Kemudian perkembangan terakhir, CB di hari kejepit, Jumat 22 Mei pun digeser juga. Sayangnya pengumuman pemerintah sudah demikian terlambat, hanya dua hari sebelumnya, sehingga banyak pegawai yang tidak tahu dan penerapannya di lapangan bisa bebeda-beda antar instansi.
Sebagai contoh, ada famili saya yang bekerja di kantor cabang sebuah bank milik negara di Kuala Simpang, Aceh, yang setiap akhir pekan pulang ke rumah orang tuanya di Medan, karena ia masih bujangan. Jaraknya lumayan jauh, 133 km atau sekitar 3 jam bila menggunakan kendaraan sendiri.
Ceritanya, dari kantornya tidak ada pengumuman pergeseran CB, sehingga saat hari libur Kenaikan Isa Almasih Kamis, 21 Mei 2020, ia pulang ke Medan dan merasa ia akan di Medan sampai lebaran. Ternyata saat masih dalam perjalanan ke Medan, ada berita dari bosnya bahwa Jumat besoknya harus masuk.
Maka jam 4 subuh Jumat tersebut, ia pun kembali ke Kuala Simpang. Eh, siangnya ada pengumuman bahwa hari itu diliburkan. Ia pun kembali lagi ke Medan, Terbayang kan capeknya bolak-balik kayak setrikaan Kuala Simpang-Medan. Pejabat di kantor cabang mungkin juga bingung, karena pasti ikut perintah kantor wilayah, sedangkan kantor wilayah ikut perintah kantor pusat.
Kenapa pemerintah beberapa kali merevisi CB? Semuanya diduga kuat karena ketidakpercayaan pemerintah, bila tetap CB, akan digunakan untuk mudik oleh para pegawai. Padahal banyak lho pegawai yang sadar untuk tidak mudik karena kesadaran sendiri, bukan karena takut dinilai tidak disiplin.
Contoh lain adalah yang dialami istri saya sendiri. Saya heran, istri saya yang sudah mendekati usia pensiun sebagai guru di salah satu SMA negeri di Jakarta Selatan, di hari lebaran  pun wajib mengirimkan foto selfienya. Katanya sebagai bukti bahwa tidak mudik, karena foto tersebut memakai aplikasi yang bisa mendeteksi di mana seseorang berfoto.
Masyarakat kita memang masyarakat yang distrust. Bahkan seorang gadis yang menerima pernyataan cinta dari seorang pria yang mengaku bujangan, harus hati-hati, meskipun si gadis juga naksir ke si pria itu.
Harus diselidiki dulu apakah cintanya tulus. Kalaupun tulus, selidiki lagi latar belakangnya, jangan-jangan ia sudah punya istri. Orang bertampang baik-baik, bahkan sering mengutip ayat suci, bukan jaminan. Banyak juga yang menipu dengan dalih agama.Â
Konon, kata pakar sosiologi, masyarakat yang distrust, yang antar sesamanya tidak saling percaya, adalah masyarkat yang sakit. Betulkah itu?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI