Mungkin sudah sekitar empat tahun terakhir ini saya bertetangga dengan dua orang yang misterius. Di seberang rumah saya, dulunya ada sebuah rumah bergaya tahun 70-an. Rumah ini dijual pemiliknya, dan oleh pembelinya dibangun menjadi dua rumah kembar berlantai dua, untuk dijual kembali.
Nah, tak butuh waktu lama, begitu selesai dibangun, dua rumah itu sudah ada pembelinya yang langsung menempati. Hanya saja sampai sekarang siapa nama kepala keluarga penghuni baru, saya belum tahu. Makanya saya sebut sebagai tetangga misterius, karena saya belum pernah melihat wajah kepala kelarganya secara jelas.
Harus saya akui kehidupan bertetangga di sekitar tempat saya tinggal, sebagaimana juga di Jakarta pada umumnya, tidak akrab seperti di kampung. Namun perlu dicatat, ada kawasan tertentu di ibu kota yang kental budaya kampungnya, biasanya di tempat yang dominan dihuni oleh etnis Betawi.
Sebagai contoh, tak usah jauh-jauh. Saya tinggal di Kelurahan Tebet Timur, yang dihuni oleh warga yang heterogen, dan boleh di bilang sebagai warga kelas menengah dalam hal tingkat kesejahteraan. Di sini semua rumah berpagar relatif tinggi dan antar tetangga kurang akrab.
Tapi hanya terpisah oleh rel kereta api, di seberangnya adalah Kelurahan Kebon Baru, sebuah pemukiman padat penduduk yang dilalui gang yang hanya bisa dilewati motor. Rumah di sana berukuran kecil yang saling berdempetan, dengan pagar ala kadarnya. Antar tetangga lumayan akrab karena mereka sering ngumpul sekadar untuk ngobrol ngalor ngidul.Â
Kembali ke soal para tetangga saya, sebetulnya tidak jelek-jelek amat hubungannya. Kecuali dua tetangga baru itu, Â yang lainnya saya tahu siapa nama kepala keluarganya, di mana ia bekerja, berapa orang anaknya, dan dari daerah mana asalnya.Â
Meskipun jarang bertemu, kalau kebetulan saya berpapasan dengan tetangga  saat lewat di depan rumahnya, kami masih saling melempar senyum dan bertukar sapa. Namun, lagi-lagi tidak untuk dua tetangga saya yang misterius, karena juga belum pernah berpapasan.
Saya sudah bertanya pada Pak RT. Saya juga sudah bertanya pada Pak Eko, pedagang warung bergerobak yang selalu mangkal di jalan raya pas di belokan ke jalan kecil arah ke rumah saya. Selama ini kedua orang inilah sumber informasi tenang apa dan siapa para tetangga saya.
Namun kedua sumber terpercaya itu juga tidak tahu pasti latar belakang tetangga misterius saya itu, karena para asisten rumah tangganya yang sering ditemui Pak RT (minimal sekali sebulan saat minta iuran bulanan) atau saat si asisten belanja ke warung Pak Eko, sangat minim memberikan informasi. Mungkin sudah diwanti-wanti juragannya.
Akhirnya informasi yang saya dapat hanya berupa kabar yang masih perlu proses verifikasi. O ya, lazimnya yang jadi kepala keluarga adalah yang laki-laki. Tapi kebetulan kedua tetangga saya itu, yang menjadi kepala keluarga adalah wanita.Â
Versi kabar burung agak bersliweran, apakah dua-duanya janda, atau istri kedua dari seorang lelaki yang tinggal di tempat lain, tidak begitu jelas. Tapi di masing-masing rumah, terlihat ada anak yang masih dalam usia sekolah dan kuliah. Bahkan, anak-anak ini beberapa kali saya lihat berada di depan rumahnya.