Berdiam diri di rumah saja membuat saya lumayan rutin mengikuti siaran berita dari layar kaca. Selain menyimak paparan perkembangan penanganan Covid-19 setiap sore oleh juru bicara pemerintah Achmad Yurianto, sebagai warga Jakarta saya juga sering menyimak penjelasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menghadapi lebaran yang sudah di depan mata ini, saya semakin rajin mencari informasi tentang apa saja yang dibolehkan dan yang dilarang oleh pemerintah, karena penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).Â
Bahwa pemerintah melarang warga untuk mudik, itu sudah jelas, meskipun ternyata kemudian maskapai penerbangan, kapal penumpamg, bus antar kota, dan kereta api jarak jauh, diperkenankan beroperasi lagi melayani penumpang yang memenuhi persyaratan tertentu.
Masalahnya, bagi saya yang berdomisili di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, setiap lebaran sudah rutin saling berkunjung ke rumah beberapa orang saudara saya yang merupakan warga Depok, Tangerang Selatan, Bekasi dan Bogor. Selain itu juga ada beberapa famili yang domisilinya masih di DKI Jakarta.
Saya menyimak penjelasan Anies beberapa hari yang lalu. Jika saya tidak salah tafsir, dengan lantang Anies mengatakan larangan untuk keluar masuk Jakarta. Sekali lagi, Jakarta, bukan Jabodetabek.
Bagi warga Jakarta yang mau keluar Jakarta, atau warga luar Jakarta yang akan masuk Jakarta harus mengajukan permohonan ke instansi tertentu yang bisa dilakukan secara online.
Namun setelah saya cek ke beberapa situs berita daring, ternyata dalam batas-batas Jabodetabek warga masih diperbolehkan bepergian tanpa perlu mengurus surat izin. Hal ini, kalau mau dikatakan mudik, sebut saja sebagai mudik lokal.
Hanya saja terdapat perbedaan pendapat antar pejabat di lingkungan Pemda DKI. Ada yang berpendapat bahwa silakan saja bersilaturahmi saat lebaran sepanjang masih di wilayah Jabodetabek, dan asal tetap waspada. Hal ini dikatakan oleh Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin (kompas.com, 18/5/2020).
Kewaspadaan itu menurut tafsiran saya antara lain tercermin pada kedisiplinan semua orang menggunakan masker, termasuk saat berkunjung atau dikunjungi pada saat lebaran. Lalu juga menjaga jarak fisik antar sesama, tidak bersalaman, dan sering mencuci tangan dengan sabun atau cairan pembersih tangan.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana harus menjaga jarak fisik bagi warga yang tinggal di daerah pemukiman padat penduduk, yang tanpa ada tamu yang berkunjung saja, anggota keluarga sudah saling berdekatan.
Anies Baswedan sendiri, seolah meralat ucapan pejabat Pemda DKI yang lain, mengatakan agar warga tetap berdiam diri saja di rumah, meskipun di hari lebaran. Virus gak mengenal libur lebaran, kata Anies.
Yang dibolehkan bepergian hanyalah orang tertentu seperti petugas kesehatan, petugas penyaluran bantuan sosial, yang bertugas di bidang-bidang yang diperkenankan untuk beroperasi, dan sebagainya. Artinya, sekadar untuk bersilaturahmi, tidak termasuk kriteria yang dibolehkan.
Tapi kalau membaca tanggapan masyarakat di media sosial, banyak yang bingung dengan penjelasan pejabat yang tidak kompak itu. Di lain pihak, minat warga Jabodetabek untuk mudik lokal masih tinggi.
Minat yang tinggi tersebut tidak mengherankan, mengingat banyak yang sudah merasa sumpek setelah lebih dua bulan berkurung diri di rumah. Momen lebaran dianggap saat terbaik untuk pelampiasan, serasa bebas dari penjara.
Hal ini semakin nyata terlihat dari bergairahnya warga ibu kota memenuhi lapak penjual pakaian yang secara diam-diam beroperasi di Tanah Abang, meskipun sudah ditindak oleh Satpol PP. Nafsu membeli baju baru, tak bisa dikekang, karena lebaran identik dengan baju baru.
Ada pula masalah lain yang menghantui sebagian warga, yakni mereka yang ber-KTP daerah tapi terkunci di Jakarta, yang ketakutan untuk bepergian di dalam wilayah Jabodetabek, karena takut dianggap baru datang dari daerah.Â
Diperkirakan pada momen lebaran ini, bahkan mungkin sejak sebelumnya saat malam takbiran, di sejumlah titik di kawasan Jabodetabek akan diperketat pemeriksaan terhadap kendaraan yang berlalu lalang. Bagi yang ber-KTP dari daerah di luar Jabodetabek, sedikit banyak akan merasa terhalang langkahnya.
Namun, daya jangkau razia yang dilakukan oleh Satpol PP atau dari aparat kepolisian amatlah terbatas. Rasanya tidak mungkin bila ada kegiatan ngumpul-ngumpul di suatu rumah saat lebaran, akan didatangi dan dibubarkan oleh petugas tersebut.
Maka tak bisa lain, bila tidak ingin terjadinya ledakan penambahan penderita Covid-19 lagi, cara yang paling efektif hanyalah membangun kesadaran kita semua. Bagi yang mau mudik lokal, silakan saja. Tapi ikuti protokol yang telah ditetapkan pemerintah.
Apalah artinya kemeriahan berlebaran, bila akhirnya ada anggota keluarga kita yang terpapar Covid-19. Lalu siapa saja yang pernah bertemu dengan si korban, akan ditelusuri. Alangkah tidak nyaman dan mencemaskan, bila kita jadi salah seorang yang ikut diminta untuk melakukan isolasi mandiri, sambil menunggu hasil pemeriksaan, apakah kita ikut tertular atau tidak.
Nilai sakral merayakan hari kemenangan dengan nuansa yang lebih sepi dari lebaran-lebaran sebelumnya, tidak akan berkurang. Terlalu mahal harga yang harus dibayar bila demi mengejar kemeriahan, nyawa orang-orang yang kita sayangi menjadi taruhannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H