Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bukan Kolaborasi Bisnis Global, Produk Cookies Lokal Bercitra Eropa Menuai Sukses

16 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 16 Mei 2020   10:42 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak ngeh kalau Jumat (15/5/2020) kemaren, bagi para penulis di Kompasiana yang rutin menulis setiap hari selama bulan puasa pada kanal Tebar Hikmah Ramadan, topik yang telah ditentukan oleh pengelola Kompasiana  di Jumat tersebut berkaitan dengan kue lebaran yang jadi favorit setiap penulis.

Maka tentu saja puluhan tulisan seputar kue lebaran bertebaran di Kompasiana. Saya ingin memanfaatkan momentum itu karena dua hari yang lalu saya menerima gambar melalui salah satu grup WhatsApp (WA) yang saya ikuti. Gambar tersebut adalah yang saya tampilkan sebagai foto pada tulisan ini.

Hanya saja karena saya bermaksud membahasnya dari aspek produksi dalam suatu mata rantai bisnis, maka saya menayangkannya pada kanal bisnis. Banyak produk yang sehari-hari kita konsumsi, ternyata kita hanya asyik memakan, meminum, atau menggunakannya begitu saja. Padahal dari kemasan produk itu, ada banyak informasi yang bisa kita gali.

Mungkin hanya terhadap produk obat-obatan yang kita sebagai konsumennya merasa perlu menyempatkan diri untuk membaca komposisi obat, efek negatif yang mungkin timbul, tanggal kedaluwarsa, dan cara pemakaiannya. Terhadap produk makanan dan minuman, paling kita hanya mencari tulisan tangal kedaluwarsa saja.

Bahkan kalau kita membeli barang elektronik yang ada buku manual pemasangan dan penggunaannya, jarang yang mau membaca dengan teliti buku manual itu. Hal yang kita simpan hanyalah kartu garansi, sehingga bila barang tersebut rusak, kita bisa melakukan klaim ke pihak yang tercantum di kartu garansi sepanjang memenuhi persyaratan tertentu.

Kalau kita ingin menggali dari berbagai sumber informasi, banyak produk elektronik dengan merek terkenal, ternyata berbagai komponennya dibuat di berbagai negara, termasuk di negara kita. Ada pula pabrik di Indonesia yang bukan sekadar membuat komponennya, tapi betul-betul memproduksi secara utuh, tapi menggunakan merek impor dan disupervisi secara ketat oleh pihak asing.

Kembali ke soal kue lebaran, tanpa bermaksud ikut mempromosikan, kebetulan produk yang gambarnya saya terima di grup WA di atas, adalah merek kesukaan saya. Dulu saya berpikiran kalau itu kue impor, tapi ternyata diproduksi di Indonesia, tepatnya di Ungaran, Jawa Tengah.

Tapi tetap saja saya merasa produk tersebut dibuat berdasarkan lisensi yang diberikan oleh produsen di Eropa, mungkin dari Denmark, karena mereknya adalah Danish Monde Butter Cookies (DMBC) dan logo perusahaannya mirip dengan Danish Pretzel yang merupakan lambang di semua toko kue di Denmark.

Lagi pula saya sudah membandingkan harganya dengan sekitar 5 atau 6 produk lain yang sejenis, dan DMBC merupakan yang termahal di pasar swalayan langanan saya. Menurut pandangan saya yang awam, mahal itu identik dengan produk impor, atau minimal berlisensi impor, dan bermutu baik.

Gara-gara penasaran, saya ambil lagi kotak  kemasan DMBC berukuran  908 gram, yang minggu lalu saya beli. Saya teliti semua tulisan yang tercantum di kemasan itu. Kesimpulannya DMBC adalah produk lokal murni, bukan diproduksi berdasarkan lisensi dari Denmark. 

Nama perusahaan yang memproduksi terkesan berbau Jepang. Tapi setelah saya cek di situs  daftarperusahaanindonesia.com, perusahaan itu berstatus perusahaan nasional dengan pola Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Ada empat nama yang tercantum sebagai pemegang saham, tapi tak satupun nama yang berbau Jepang atau berbau asing lainnya.

Memang kalau kita perhatikan foto di atas, sangat kuat kesan DMBC sebagai produk kolaborasi bisnis global, karena ada beberapa negara yang terlibat. Kuenya khas Denmark, foto tentara yang ada di kemasannya memakai uniform dari Skotlandia, di sekililing pinggiran kemasan ada motif renda yang berasal dari Inggris, ada gambar bendera Belanda, dan namanya berbahasa Inggris (butter cookies) dan Perancis (monde).

Ya, kue tersebut memang bukan kue tradisional Indonesia, tapi kue yang dari dulu sudah turun temurun menjadi santapan ringan orang Eropa. Namun seiring dengan masuknya penjajah Belanda, lambat laun banyak makanan Eropa yang sudah diadopsi menjadi makanan sehari-hari banyak warga Indonesia.

Maka dengan asumsi bahwa data yang saya dapatkan telah akurat, DMBC jelas murni perusahaan nasional. Kesimpulan saya, kemasan yang disengaja mengesankan adanya budaya berbagai negara di Eropa, adalah strategi bisnis yang jitu  untuk memikat hati konsumen.

Walaupun terkesan kurang rasa nasionalismenya, dipandang dari sisi bisnis, citra yang sengaja disuntikkan oleh produsen bahwa DMBC adalah kue impor, telah menuai kesuksesan. 

Jadi bagi para pengusaha, jangan pandang enteng arti dari sebuah kemasan. Disain kemasan harus diciptakan secara khusus yang mampu membuat calon konsumen berimajinasi positif dan tertarik untuk membelinya.

Bila dirinci lagi, pada kemasan tersebut terdapat unsur warna, nama, simbol, gambar, dan tentu saja kalimat yang bersifat informatif. Jangan lupa pula mencantumkan logo halal, mengingat Indonesia sebagai negara yang penduduk muslimnya sangat dominan.

Jika produk itu telah punya sejarah yang panjang dan telah mendapatkan berbagai penghargaan, misalnya sebagai best brand di Indonesia atau di tingkat internasional, cantumkan gambar medalinya. Ini semakin menambah keyakinan bagi calon konsumen, atau semacam penahan agar konsumen yang telah ada tetap loyal.

Jelaslah bukan kemampuan menggambar yang bagus saja yang diperlukan dalam merancang suatu kemasan, tapi bagaimana membungkusnya dalam sebuah tema besar yang akan tertanam di benak konsumen, dan lama-lama menjadi persepsi publik.

Seperti halnya DMBC, persepsi publik sebagai kue dari Denmark, memang sudah direncanakan dengan matang dan dipertahankan secara konsisten. Bagi produk lain yang menjadi pesaingnya, silakan mencari tema besar lain yang lebih menarik dan diperkirakan mampu mencuri perhatian konsumen.

Harus diakui, produk bercitra Eropa atau Amerika Serikat mempunyai daya jual yang besar, karena kita memandangnya sebagai lambang kemajuan. Tapi bukankah sekarang mulai bermunculan produk bercitra lokal yang juga menuai sukses? 

Mutu produk yang baik dengan harga yang sebanding dengan mutu tersebut merupakan hal yang mutlak untuk memenangkan persaingan. Tapi itu saja tidak cukup bila tidak dilengkapi dengan kemasan yang menawan. 

Promosi yang tepat, termasuk dengan memanfaatkan media sosial, serta bisa dipesan secara online, tak kalah penting di era teknologi informasi saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun