Bagi yang sering mengamati kondisi perbankan nasional, tentu sudah mengetahui bahwa tahun ini tampaknya menjadi tahun yang sangat tidak kondusif bagi bisnis perbankan.Â
Bahkan kalau membaca pendapat sejumlah pengamat yang dimuat berbagai media massa, kebangkrutan banyak bank seperti saat krisis moneter 1998 lalu, sudah di depan mata.
Ya tentu saja semua ini penyebab utamanya adalah pandemi Covid-19 yang telah beberapa bulan mengancam setiap warga di tanah air tercinta.Â
Tak bisa lain, untuk mencegah Covid-19 lebih leluasa lagi berkembang biak, harus dilakukan berbagai pembatasan pergerakan manusia. Berdiam diri di rumah masing-masing adalah tindakan yang paling bijak.
Pembatasan di atas menyebabkan perputaran roda perekonomian tidak bisa berjalan lancar seperti biasanya. Akibatnya para pebisnis yang menjadi nasabah bank, baik sebagai penyimpan dana, maupun sebagai peminjam atau penerima kredit, juga mengalami kesulitan.
Sudah banyak kita baca berita terjadinya PHK massal di berbagai perusahaan. Jelas saja  bagi karyawan yang kehilangan pekerjaan, ini sebuah pukulan telak dalam kehidupan sehari-harinya. Tapi bagi perusahaan pun, sama terpukulnya.Â
Lazimnya, untuk kelancaran operasionalnya atau untuk melakukan ekspansi usaha, sebuah perusahaan yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan kucuran kredit dari bank.Â
Di masa sekarang sangat mungkin pengembalian kredit ke pihak bank akan tersendat yang berbuntut pada bertumpuknya jumlah kredit macet di perbankan nasional.
Pada gilirannya, bila di sebuah bank jumlah kredit macet melebihi jumlah modal bank, maka modal bank akan menjadi negatif. Inilah yang sangat ditakuti pihak bank. Bila tidak ada tindakan penyelamatan berupa suntikan modal baru dari pemegang saham, bank tinggal menunggu kebangkrutannya saja.
Baik, kita tinggalkan dulu masalah kebangkrutan bank, karena bukan menjadi fokus tulisan ini. Yang ingin diangkat adalah bagaimana nasib para penyimpan dana di bank yang mengalami kebangkrutan? Akankah uang yang disimpannya, berupa tabungan, deposito, atau giro, bisa kembali ke pangkuan para penyimpan itu?
Ingat dulu waktu bank-bank mengalami kejatuhan di saat krisis moneter, banyak penabung yang akhirnya gigit jari. Waktu itu, bank yang bangkrut diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).Â