Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis Perhotelan Terkapar, Terasa Pentingnya Diversifikasi Usaha

24 April 2020   10:10 Diperbarui: 24 April 2020   10:29 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan diversifikasi horizontal, produk yang dijualnya bisa bersifat komplementer seperti pembuatan sepatu, pembuatan dompet, ikat pinggang, tas, dan produk dari kulit lainnya. Bisa pula produk yang dijualnya bersifat substitusi, seperti sepatu dan sandal.

Adapun yang bersifat diagonal dan yang bersifat acak, lebih banyak dialami oleh kelompok usaha papan atas yang sebagian perusahaannya malah berbadan hukum asing. Tujuannya bisa jadi agar lebih leluasa bergerak, meskipun ada pula yang menuding sebagai upaya penghindaran pajak.

Memang bila melihat peta kelompok usaha dari sebuah konglomerasi, bisa dipecah lagi dalam beberapa sub-group,  dengan pola yang aneh-aneh. Tapi itu di luar topik tulisan ini yang lebih banyak melihat kelompok usaha yang diversifikasinya relatif mirip-mirip dan yang agak melebar. Itupun yang dikaitkan dengan bisnis perhotelan yang sekarang lagi tiarap.

Sebagai contoh dari diversifikasi yang mirip-mirip itu, bila kongolmerasi yang dibangun terdiri dari bidang perhotelan, convention center, biro perjalanan, wedding organizer, maka sebetulnya masih satu rumpun. 

Yang seperti ini tidak bisa saling mengkompensasi, justu mati satu, mati semua. Artinya, bila hotelnya sekarat, tak akan mampu dibantu oleh usaha lainnya yang juga sama-sama sekarat.

Sedangkan yang diversifikasinya lebih melebar, bisa diambil sebagai contoh dari perusahaan-perusahaan yang dimiliki Chairul Tanjung dengan bendera CT Corp. Ada sejumlah hotel yang dinaunginya antara lain Trans Luxury Hotel Bandung dan Fashion Hotel Bali. 

Kalau hotel di atas terhuyung digempur dampak Covid-19, CT Corp masih punya bisnis yang tak begitu bersentuhan dengan hotel seperti Trans TV, Bank Mega, Transmart, dan sebagainya. Sangat mungkin usaha yang masih untung membantu hotel yang lagi rugi.

Ada satu komponen biaya yang diduga cukup memberatkan sejumlah hotel di Indonesia yang memakai nama asing, yakni fee yang harus dibayar ke pemilik nama asing itu.

Bagi yang sering melewati Jalan Sudirman Jakarta, tentu tahu, dulu ada yang namanya Hotel Hilton di kawasan Semanggi. Mungkin karena tidak kuat lagi membayar fee-nya, sejak 2006 hotel tersebut sudah menggunakan nama lokal yakni Hotel Sultan.

Sampai sekarang masih banyak hotel di tanah air yang bekerja sama dengan pihak asing pemilik nama yang sudah mendunia seperti Four Seasons, Grand Hyatt, dan sebagainya. Belum didapat informasi, apakah di hotel seperti ini sudah terjadi PHK massal.

Namun masih ada hotel lokal yang berhasil masuk papan atas dan juga milik kelompok perusahaan yang terdiversifikasi secara luas. Umpamanya hotel milik Kelompok Kompas Gramedia (KKG). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun